Pak Belalang (Bag. 13)

Pak Belalang Bagian 13  ini berisi kisah tentang mimpi Pak Belalang.

Pak Belalang pernah bercerita tentang mimpinya kepada Mamak Kelampayan, dari Mamak Kelampayan kisah mimpi itu diceritakan kepada Si Pincang Si Lumpuh dan Si Lemah,

Pada suatu hari, Pak Belalang pernah bermimpi sembahyang di sebuah mesjid persegi empat di Kabbah Makkah, di dalam mesjid itu Pak Belalang ditemani oleh Kang Kabayan, di dalam mesjid itu nampaklah seorang Sang Imam sedang berceramah, rupanya isi ceramah itu menceritakan tentang kisah Pak Belalang,

Kang Kabayan telah lebih dahulu duduk di dalam mesjid itu, Sang Imam berceramah, “Pak Belalang yang nampak seperti bodoh di mata umum yang pernah kalian dengar pernah kalian baca dalam buku ataupun komik, tidaklah demikian, sesungguhnya Pak Belalang itu adalah seorang hamba Allah yang beriman Taqwa, Taat, Patuh, Sabar, Tabah, Ikhlas, Tawadhu, Tawakkal, selalu mengambil Hikmah dari segala perjalanan, selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT, untuk menutupi ketaqwaan ketaatannya, Pak Belalang lebih menonjolkan sifat bodohnya, sifat akal-akalan, dan seolah-olah dinaungi keberuntungan, sesungguhnya manusia itu memang bodoh tak bisa apa-apa, kepintaran hanya milik Allah SWT,

Mendengar ceramah Sang Imam, Kang Kabayan tak kuat menahan rasa geli, ieu Sang Imam teu nyahoeun lamun Pak Belalang anu di caritakeun eta aya di dieu, keudeung deui geh Pak Belalang datang kadieu, Kang Kabayan berpura-pura sujud yang lama bari seuseurian, prilakunya ini dilakukan biar tidak diketahui oleh jemaah yang ada di dalam mesjid itu bahwa Kang Kabayan tertawa geli mendengar ceramah Sang Imam.

Tak lama datanglah Pak Belalang yang tak bisa menyembunyikan rasa gelinya, sambil senyum-senyum tertawa kecil tak kuat menahan rasa geli bahwa yang di kisahkan oleh Sang Imam mesjid itu adalah dirinya, komoh deui eta Kang kabayan, sujud sambil menutupi wajah dan mulut, agar tidak ketahuan kalau lagi tertawa, takut mengganggu kenyamanan penyimak yang lain saat Sang Imam ceramah di dalam mesjid itu,

Tak lama datanglah seorang anak kecil yang berbicara kepada Pak Belalang :

“hei kamu, yang sedang tertawa, kenapa kamu tertawa terus, kamu tahu gak kalo Imam itu sudah Haji,

“Bagi saya, mau dia haji mau dia Rakyat Jelata, mau dia Imam Mesjid, semua sama di mata Tuhan, bukan itu yang membedakan, tapi Derajat Kemuliyaan lah yang menjadi patokan seberapa dekat Hamba dengan Tuhannya.

Sang Imam nampak seperti menghentikan ceramahnya, sambil sedikit melirik dan tersenyum ke arah Pak Belalang, melihat hal itu pak Belalang tak kuasa menahan rasa ingin tertawanya, begitupun dengan Kang Kabayan, Kang Kabayan sampai terpingkal-pingkal, sambil guling-gulingan, ternyata yang menjadi Imam di mesjid itu adalah ……………. rahasia deh, hahahaha,,

Pak Belalang sambil tersenyum-senyum hendak melaksanakan sembahyang, setelah selesai sembahyang, tiba-tiba datanglah Pasukan Keamanan Kabbah itu, badannya besar seperti raksasa,

“Hei kamu, kenapa tertawa terus, kamu itu tau gak, bahwa kamu telah melecehkan Sang Imam,

“Bukan maksud saya mau melecehkan Sang Imam, tapi kehendak Yang di dalam diri ini yang menggerakkan mulut bibir dan suara saya, lagian walaupun itu menurut anda melecehkan, Sang Imamnya juga hanya tersenyum kog, dan tidak merasa dilecehkan, bilang saja kalau yang merasa tersinggung itu kamu, sudah akui saja.

“Kamu melawan yah,

Pasukan keamanan itu langsung memukul pinggang kiri Pak Belalang, Pak Belalang hanya diam saja, tak ada akibat apapun dampak dari pukulan Pasukan Keamanan itu, Pak Belalang hanya tersenyum, geli dan tertawa, di kejauhan terdengar sayup-sayup seseorang sedang mengaji, tak terasa rupanya waktu sudah mau memasuki subuh, terdengar sayup-sayup muadzin bersiap diri hendak melantunkan suara azan subuh, dan Pak Belalang pun terjaga dari mimpinya, ketika terbangun dari mimpi, mulut Pak Belalang masih dalam kondisi tersenyum geli, 🙂

Demikianlah Kisah Pak Belalang bagian 13 ini, semoga barokah manfaat.

Pak Belalang (Bag. 11)

Pak Belalang Bagian 11
Pada suatu waktu suatu tempat, Pak Belalang bercerita kepada SI Buta, SI Tuli, dan Si Bisu, bahwa pada suatu kesempatan, kami berempat Pak Belalang, Mamak Kelampayan, Pak Lebai Malang dan Pak Pandir, pernah berjumpa dengan tuan guru, pada kesempatan itu, Tuan Guru menceritakan kepada kami tentang seonggok “Tengkorak Kering” yang bisa berbicara, kisah cerita ini sama sahabatku Mamak Kelampayan sudah dikisahkan kepada Si Pincang, Si Lumpuh dan Si Lemah, begitupun juga dengan saudaraku Pak Lebai Malang, beliaupun sudah mengkisahkan cerita itu kepada Si Malas, Si Lupa dan Si Lalai, demikian halnya Pak Pandir telah menceritakan kisah ini kepada Si Bodoh, Si Awam dan Si Dha’if, Nah sekarang sudah selayaknya Pak Belalang menyampaikan kisah ini kepada Si Buta, Si Tuli dan Si Bisu, bila sudah diceritakan kepada kalian, sebaiknya jangan kalian sampaikan cerita ini kepada orang lain, tapi sebelumnya, berangkatlah kalian kedapur, buatlah kopi barang empat gelas sebagai teman kita bercakap-cakap malam ini.
Pada satu kesempatan, Nabi Isa a.s. pernah menjumpai seonggok tengkorak di tengah jalan yang jauh di luar pemukiman manusia. Kemudian beliau berdo’a kepada Allah SWT agar tengkorak itu dapat berbicara sehingga ia dapat melakukan dialog dengannya. Tengkorak itu adalah bekas seorang raja yang bernama Raja Jumjumah.
 
Atas takdir Allah, tiba-tiba terdengar dari mulut kepala tengkorak itu suara, katanya, “Ya Nabi Isa, telah diperintahkan oleh Allah terhadap tengkorak kering ini agar dapat berkata kata denganmu, maka tanyailah apa-apa yang engkau kehendaki. Salam Allah Ta’ala kepadamu, ya Nabi Isa Ruhullah.”
 
Nabi Isa berkata, “Hai tengkorak yang kering, kulit pun tidak ada padamu, maka apa-apa yang kutanyakan kepadamu, jawablah hai tengkorak yang kering.”
 
Ujar sang tengkorak. “Tanyakanlah tuan apa-apa yang dikehendaki hati tuan; dengan takdir Allah hamba akan menjawab segala pertanyaan tuan.”
 
Mulailah pertanyaan-pertanyaan dari Nabi Isa diajukan kepada tengkorak itu,
 
“Hai tengkorak yang kering, laki-laki atau perempuankah engkau, merdekakah, ataukah seorang budak; Islam atau kafirkah engkau; berbahagia atau sengsarakah engkau; mulia atau hinakah engkau, kaya atau miskinkah engkau, engkau pemurah atau kikirkah; raja atau menteri?”
 
 
 
Tengkorak kering itu pun menyahut, “Ya Nabi Isa ruhullah, hamba laki-laki bukan seorang perempuan; dan hamba ini merdeka bukan budak, dan hamba orang Islam bukan seorang kafir, dan hamba orang mulia, bukan orang hina, dan hamba orang celaka bukan orang bahagia di akhirat; hamba orang kaya, bukan orang miskin, dan hamba seorang pemurah bukan orang kikir, dan hamba seorang baik, bukan seorang jahat, dan hamba seorang tua, bukan anak muda; dan hamba berasal dari seorang raja, bukan seorang menteri”.
 
“Dahulu, ya Nabi Isa Ruhullah, rupa hamba sangat baik dan juga sangat menakjubkan lagi elok rupanya dari seluruh rupa. Sangat gemilang bercahaya. Demikianlah keindahan paras hamba, jika siapa pun melihat melihat rupa hamba, pastilah ia heran dan tercengang dengan postur tubuh hamba yang gagah. Ketahuilah bahwa hambalah yang pemurah di daratan Mesir dan Syam.
 
“Dahulu kerajaan hamba sangat besar. Pada waktu hamba hendak pergi berangkat atau bertamasya pergi berburu, mungkin berjumlah enam belas ribu budak pengiring. Belum termasuk hulubalang, menteri-menteri, tentara-tentaranya. Sedangkan rakyat hamba tidak terhitung jumlahnya, melainkan Allah SWT dan Rasul-Nya juga yang mengetahuinya. Gajah, kuda, dan unta hamba tidak terhitung banyaknya pula. Enam belas ribu budak hamba diberi pakaian yang beraneka ragam. Empat ribu orang mengenakan pakaian seragam yang berwarna kuning. Empat ribu lainnya memakai seragam berwarna merah. Empat ribu lainnya memakai seragam hijau. Pada pakaian mereka dikenakan emas, perak, dan kumuda. Emas yang bertahtakan mutu manikam. Ada pula hiasan burung rajawali dan burung merak. Di mana bulunya tersusun dari emas. Empat ribu orangnya memegang senjata dari emas”.
 
“Di sebelah kanan seribu orang memegang pedang emas. Di sebelah kiri seribu orang memegang keris. Di bagian belakang hamba memegang tombak. Empat ribu orang mengendarai kuda sembrani Di sebelah kanan hamba seribu orang penunggang kuda yang berseragam hijau. Di sebelah kiri penunggang kuda berwarna. Di hadapan hamba kuda yang berseragam putih. Para penunggang kuda tersebut mengenakan pakaian berwarna emas dan memegang senjata kerajaan, ya Nabi Isa Ruhullah. Adapun tentara dan rakyat hamba itu tidak terhitung banyaknya, melainkan Allah dan Rasul- Nya yang mengetahui”.
 
“Demikianlah kebesaran kerajaan hamba, ya Nabi Isa Ruhullah. Tidak seorang pun dari raja-raja melakukan perlawanan terhadap hamba. Dan tidak pula kerajaan-kerajannya menyamai kerajaan hamba dan kebesaran hamba. Dahulu, seluruh raja pada jaman hamba berada di bawah kekuasaan hamba, serta mereka diwajibkan memberi upeti kepada hamba. Dahulu, tiga puluh ribu unta di bawah kekuasaanku. Gajah, unta, dan kuda tidak terhitung jumlahnya.”
 
Ujar Nabi Isa , “Hai Raja Jumjumah, berapa lama tuan tinggal dalam kerajaan tuan?”
 
Raja Jumjumah menyahut, “Ya Nabi Isa Ruhullah, empat ratus tahun lamanya berada dalam kerajaan hamba, ya Nabi Isa Ruhullah. Dengan dermawan hamba dalam sehari semalam hamba (pernah) memberikan sedekah sebesar sejuta dinar dan dirham kepada fakir miskin dan musafir. Pada waktu dahulu, setiap hari hamba memberikan pakaian kepada para alim. Demikianlah perihal perbuatan hamba di dunia senantiasa dilakukan”.
 
“Dahulu, seluruh mesjid dan mushola yang berada di daratan Mesir dan Syam yang perlu diperbaiki akan hamba perintahkan untuk diperbaiki. Demikianlah perihal dari perbuatan hamba di dunia. Akan tetapi Allah Ta’ala Tuhan semesta alam juga yang tidak disembah selain dari-Nya, hanya Dialah yang memberikan harta pada, hamba-Nya.”
 
Nabi Isa bertanya lagi, “Hai Raja Jumjumah, bagaimana engkau merasakan kekurangan di dunia, dan bagaimana engkau merasakan sakaratul maut, dan bagaimana rasanya minum pada saat sakaratul maut, dan bagaimana merasakannya saat berada di dalam kubur?”
 
Raja Jumjumah pun menjawab, “Ya Nabi Isa Ruhullah, amat ajaib dan sangat sukar dan menyakitkan atas seluruh hal yang tuan tanyakan kepada hamba. Sekarang hamba akan ceritakan kepada tuan mengenai kematian hamba”.
 
“Pada satu kesempatan, hamba pergi mandi ke sungai Alhamd dengan seluruh hulubalang, menteri-menteri, tentara-tentara, dan sebagian rakyat hamba turut serta mengiringi. Setelah mandi, hamba naik ke darat, kemudian duduk di tepi sungai itu. Hamba pun merasakan kedinginan pada tubuh seperti hendak demam. Hamba segera pulang ke istana Para pengiring hamba pun terlihat berduka atas keadaan yang dialami hamba”.
 
“Setelah tiba di istana, hamba berbaring di atas permadani yang bersipuhkan emas dan bertahtakan ratna mutu manikam. Kata hamba kepada seluruh menteri dan para budak: ’Hai kalian, pergilah kepada tabib yang telah mengobati aku, karena selama empat hari demam masih dirasa’, dan aku pun menghentikannya atas penyakitku ini”.
 
“Kemudian datanglah orang yang akan mengobati. Namun pengobatannya dirasakan tidak memberi manfaat. Hingga selama lima hari demam hamba semakin terasa. Lalu hati hamba berkata, Wah badanku, akan berpisahlah nyawa dan badan, seperti seorang yang sangat mengasihi seorang yang lainnya. Kemudian berpisahlah keduanya, rasanya adalah bagaikan kehilangan kesadaran, dan terbakarlah hati keduanya. Dan apa pun yang dilakukan, bagi hamba tidak akan menjadikan penghibur, karena sangat cintanya kepada sang kekasih dan selalu teringat terhadap perpisahannya tersebut”.
 
“Demikianlah cintanya kepada nyawa hamba, saat berpisah dengan badan hamba. Dari kehendak yang memiliki kehendak itu, maka ridhalah hamba akan kehendaknya ini. Kemudian hamba pun berpikir dalam hati, Oh, niscaya aku akan mati juga, karena terlihat muka aku menjadi pucat tidak seperti biasanya, dan berduka citalah hamba”.
 
“Sesaat kemudian terdengar suatu bunyi, katanya, ‘Kenalkah engkau terhadap siksaan orang durhaka, karena ia tidak beribadah kepada Allah Ta’ala Tuhan semesta alam (sebagaimana mestinya)’. Dan hamba lihat seorang laki-laki amat besar datang ke hadapan hamba. Kemudian ditikamnya dada hamba begitu sakitnya hamba merasakan hal demikian”.
 
“Tersentaklah diri hamba dan lemah lunglailah dirasakan. Selanjutnya didengar lagi suara, ‘Keluarkanlah nyawa orang yang durhaka ini’. Maka seluruh tubuh hamba terasa seperti bercerai-berai. Seluruh sendi-sendi tulang hamba terbaring di atas bantal. Ketika itu, anak isteri dan keluarga hamba begitu menangisi karena cintanya kepada hamba. Oh, aku ini akhirnya mati juga pada hari ini, saat ini telah datang ajalku”.
 
“Waktu itu, tidak ada seorang pun yang dapat menolong hamba, dan tidaklah dapat menyertai hamba. Hamba pun melihat seluruh anak isteri dan seluruh keluarga hamba Maka hamba melihat seluruh anak isteri dan keluarga hamba menangis dengan sangat berdukanya, karena sayangnya kepadaku”.
 
“Pada saat itu, tidak seorang pun dapat memberikan faedah dan manfaat kepada hamba, melainkan karena apa apa yang telah diberikan kepada para ulama dan fakir miskin dahulu itulah yang menolong hamba. Sedangkan apa-apa baik kenikmatan, makanan yang dimakan, pakaian yang terbuat dan emas yang dipakai dahulu, kini ia menjadi siksaan dan azab kepada hamba”.
 
“Kemudian datanglah Malaikat Maut kepada hamba dengan bunyinya yang berat. Kepala dan kakinya berada pada tujuh lapis langit hingga ke tujuh lapis bumi, serta sebelah sayapnya merupakan azab dan sayap lainnya adalah rahmat. Ketika itu, mukanya ada enam, ya Nabi Isa Ruhullah. Kesatu dari atas; kedua muka kanan; ketiga muka kiri; keempat di bagian depan; kelima di bagian belakang; dan keenam di bagian bawah.”
 
Bertanyalah kembali Nabi Isa, “Hai Raja Jumjumah tengkorak kering, apa yang Anda pertanyakan kepada malaikat maut.”
 
Jawab sang Raja, “Ada pertanyaan yang diajukan, yaitu, ‘Hai Malaikat, apa sebabnya mukamu itu ada enam. Sahut malaikat, Hai Raja Jumjumah, orang durhaka celaka. Ketahuilah olehmu, bahwasanya mukaku dari atas kerjanya mengambil nyawa seluruh nyawa anbiya. Mukaku dari depan, akan mengambil nyawa seluruh umat Nabi Muhammad SAW. Muka di bagian belakang berperan dalam mengambil nyawa orang-orang kafir. Mukaku di bagian kanan mengambil nyawa penghuni wilayah Masyrik dan sebelah kirinya mengambil nyawa penghuni wilayah Maghrib. Dan Mukaku di sebelah bawah mengambil nyawa segala jin dan setan”.
 
Nabi Isa mengajukan pertanyaan berikut, “Hai Raja Jumjumah, bagaimana kau merasakan kedatangan kematian?”
 
Raja Jumjumah berucap, “Ya Nabi Isa Ruhullah, pada satu waktu, datanglah Malaikat maut kepada hamba, la datang mengambil nyawa hamba. Lalu kulihat ia beserta dengan tiga puluh malaikat yang disuruhnya untuk memegang lidah hamba agar jangan menjerit akibat dari rasa takut yang dahsyat, dan mendengarkan suara mereka, tulang belulang hamba lemah lunglai rasanya. Jika para penghuni wilayah Maghrib mendengarkan suara itu yang seperti halilintar yang membelah. Demikianlah suaranya itu”.
 
“Selanjutnya, ketiga puluh malaikat tersebut diperintahkan oleh Allah untuk memegang kaki hamba agar jangan bergerak. Kemudian diperintahkan oleh Allah untuk melontarkan tembaga ke dada hamba yang kemudian hancur. Begitu sangat sakit dan panasnya terasa di dada hamba. Sekali lagi . diperintahkan oleh Allah Ta’ala seorang malaikat untuk memegang leher hamba serta dipakaikannya rantai dan belenggu pada leher hamba, dan dipakaikannya tali kekang terbuat dari api pada mulut hamba oleh malaikat, dan disiksanya hamba. Begitu menderita hamba akibat sakitnya itu, maka ucap hamba kepada malaikat yang menyiksa hamba,’lepaskanlah hamba dari siksa ini, sebagai upahnya akan kuberikan seluruh harta, anak isteri, segala budak hamba’.
 
“Setelah mendengar perkataan hamba tadi maka disapunya mulut hamba oleh Mala’katul Maut dan dirasakannya oleh seluruh anggota tubuh seperti hancur lebur rasanya. Malaikat itu berkata, ‘Hai orang durhaka yang celaka, ketahuilah olehmu bahwa kami ini bukan (akan) mengambil upah dari kamu, karena kami mengerjakan perintah dari Tuhan kami dengan sesungguhnya. Begitulah kami yang akan mengerjakan dengan sebenar-benarnya. Kami bukanlah seperti kamu manusia yang bersaksi dengan dusta dan bersumpah dengan tidak sebenarnya, dan meninggalkan perintah Allah Ta’ala, serta mengerjakan larangan-larangannya. Oleh karena itu, laknat Allah kepada kamu, dan azab Allah yang menyiksa dengan tiada berkesudahan hingga hari kiamat’.”
 
Pertanyaan berikut yang dilontarkan oleh Nabi Isa, “Hai Raja Jumjumah, ketika nyawamu lepas, bagaimana kau merasakan rasa sakitnya, dan tatkala tubuhmu terlentang setelah ditinggalkan nyawanya, bagaimana juga rasa sakitnya?”
 
Dijawab oleh Raja Jumjumah, “Ya Nabi Isa Ruhullah, ketika nyawa hamba diambil oleh malaikat maut, beribu-ribu sakitnya dirasakan oleh hamba melebihi seperti ditikam dengan senjata, dan melebihi sakitnya daripada kambing hidup yang dikuliti, dan seperti kain yang teramat tipis lalu dimasukkan ke dalam air, kemudian dibuang ke atas duri-duri, setelah itu ditarik oleh pemilik kainnya, maka luluh lantaklah rasanya ketika nyawa hamba diambil oleh Malaikat Maut, dan setelah itu badan hamba merasakan sakitnya, ketika nyawa sudah diambil oleh Malaikat Maut, dan terbaringlah tubuh hamba di atas tikar. Apabila bergerak lantai rumah hamba, dirasakanlah kembali rasa sakitnya. Ketika diangkat untuk dimandikan oleh orang-orang, dan ketika digosok-gosok saat memandikan, hamba merasakannya begitu sakit. Setelah itu, dikafanilah hamba,
kemudian diangkat untuk dimasukkan ke dalam keranda. Sambil ditanggung, diantarlah ke kubur. Dimasukkanlah aku ke dalam liang lahat, lalu bergoncanglah tanah kuburnya, dan dirasakan oleh aku begitu sangat sakitnya dan pedih dirasakan seperti hancur lebur daging ini. Berpisahlah seluruh persendian tulang dan habislah tak tersisa hilang rasanya, ya Nabi Isa Ruhullah.”
 
“Hai Raja Jumjumah, bagaimana rasanya ketika masuk ke bumi dan (mendengar) suara dari pertanyaan Munkar dan Nakir?” tanya Nabi Isa kembali.
 
Raja Jumjumah menyahut, “Ya Nabi Isa Ruhullah, setelah selesai hamba dikuburkan oleh jama’ah, kemudian datanglah dua malaikat, pertama bernama Munkar, dan yang kedua bernama Nakir yang diperintahkan oleh Allah untuk menanyai orang-orang di dalam kubur. Kemudian kata kedua malaikat tersebut kepada hamba. Hai orang durhaka yang celaka, tutiskan olehmu perbuatan yang telah engkau perbuat di dalam dunia, baik jahat maupun baik semuanya. Seluruhnya tuliskan olehmu; jangan kau sembunyikan, agar di hadirat Allah semuanya itu dibalas”.
 
“Kata hamba, untuk menulis itu, apa tintanya, kalamnya, dan kertasnya untuk hamba. Ujar Malaikat itu, ‘Hai orang durhaka yang celaka, sebagai tintanya adalah air mulutmu, kalamnya adalah telunjukmu, dan kertasnya itu adalah kain kafanmu. Maka seluruh perbuatanmu yang baik dan jahat; dosa besar dan dosa kecil seluruhnya tuliskan olehmu; segeralah kautuliskan. Mengapakah, hai orang durhaka yang celaka, dirimu diam, apakah itu keinginanmu?’. Oleh karenanya, ditulislah oleh hamba”.
 
“Dalam pikiran hamba mengatakan bahwa ternyata banyaklah dosa hamba, dan sedikit saja pahala hamba. Ah, tidak akan kutulis dosa-dosanya. Malaikat berkata. ‘Hai orang durhaka yang celaka, tuliskan seluruh dosamu yang kauperbuat. Dari dosa besar maupun dosa kecil jangan engkau sembunyikan. Selanjutnya hamba tuliskan semuanya baik jahat maupun baik. Kata hamba, ‘Wah, sekarang dosaku sangat banyak tidak terhitung lagi, ya Nabi Isa Ruhullah. Segala hal perbuatannya tidaklah dapat hamba katakan kepada tuan, melainkan Allah SWT juga yang amat mengetahuinya”.
 
“Tiba-tiba ada dua malaikat yang sangat hitam, amat tinggi dan besar seperti pohon kurma. Dari mulutnya keluar api yang menyala-nyala. Kemudian berkata kepada hamba, katanya, ‘Hai orang durhaka yang celaka, siapa Tuhanmu, siapa nabimu, apa agamamu, siapa imammu, apa kiblatmu, dan siapa saudaramu”?
 
“Lalu sahut hamba, ‘Engkaulah Tuhanku”.
 
“Setelah didengar jawaban tersebut oleh malaikat, ia sangat marah. Kemudian dipecut dengan cemetinya yang bercabang-cabang. Setiap cabangnya keluar api yang menyala. Kalau saja cemeti yang bercabang itu dipukulkan ke atas bumi ini, maka akan ratalah ia atau bukit pun akan rata dan terlihat hancur.
 
“Demikianlah, hamba dipukulnya, yang menyebabkan tubuh hamba hancur. Persendian-persendian tulang pun cerai-berai. Dagingnya juga hancur-lebur. ibarat awan yang ditiup angin kencang. Demikianlah rasanya; dipukul tiga kali berturut-turut. Malaikat berkata lagi, ‘Hai bumi, jepitlah orang durhaka yang celaka itu. Makanlah olehmu dagingnya sebagai suatu rejeki, karena ia orang yang durhaka kepada Allah Ta’ala’. Setelah itu, dijepitlah hamba oleh bumi. Habislah luluh lantaklah tubuh hamba, serta daging pun hancur tercerai-berai. Persendian-persendian tulang juga hancur-remuk. Ujar bumi, ‘Hai orang durhaka yang celaka, tatkala engkau tinggal di atasku. seluruh keinginanmu yang durhaka kaulakukan di atasku, seperti zina, dan lain-lainnya yang dilarang oleh Allah SWT”.
 
“Setelah dijepit oleh tanah tersebut, bumi berkata kembali, ‘Hai orang celaka yang durhaka, sekarang engkau masuk ke dalam perutku, maka akulah rupa yang buruk, dan akulah rumah yang berisi siksaaan akulah juga rumah yang berisi seluruh bau busuk dan anyir”.
 
“Selanjutnya, hamba melihat dua orang yang sangat hitam rupanya. Kepalanya sangat besar seperti bukit di negeri Syam. Kedua orang itu yang ternyata adalah malaikat, kemudian membawa hamba”.
 
“Setibanya di bawah ‘Arsy Allah Ta’ala, terdengarlah oleh hamba satu suara, yang mengatakan, ‘Hai Malaikat-Ku, bawalah orang durhaka yang celaka itu ke dalam neraka. Buanglah ia ke dalam siksa yang sangat menyiksa itu’. Kemudian hamba dibawa oleh malaikat itu ke neraka. Sesampainya di pintu neraka, hamba diserahkan kepada Malaikat Zabaniyah, seraya mengatakan, Hai Malaikat Zabaniyah, masukkan orang yang celaka ini ke dalam neraka Siksalah dia dengan siksaan yang sangat menyiksa”.
 
“Setelah itu, hamba pun dimasukkan ke dalam neraka yang amat sangat menyiksa itu. Terlalu banyak macamnya siksaan dan azab yang hamba lihat. Hamba sering menangis dan mengerang menyaksikan keadaan siksa neraka itu. Ucap hamba, ‘Oh, siapa lagi yang hamba harapkan, dan siapa lagi yang akan mengasihi hamba. Oh, bagi hamba sangat diharamkan sekali-kali untuk berbuat dosa, seandainya hamba berada di dalam dunia hanya sesaat saja lamanya”.
 
“Pada waktu itu, hamba tidak mengetahui lagi bagaimana nasib hamba selanjutnya. Namun, kemudian hamba melihat empat buah kursi tersimpan di kanan dan kiri ‘Arsy Allah Ta’ala. Lalu hamba menanyakan kepada malaikat yang menyiksa hamba mengenai siapa yang mendapatkan anugerah Allah Ta’ala Al Karim itu. Jawab Malaikat, Adapun satu kursi itu adalah dianugerahklan kepada Nabi Muhammad Rasulullah. Satu kursi berikut adalah untuk Nabi Ibrahim khalilullah. Satu kursi lagi untuk Nabi Isa Ruhullah Dan satu kursi sisanya adalah bagi Nabi Musa Kalamullah”.
 
“Pada saat itu, hamba lihat seorang tua duduk di atas satu kursi dan dari hidungnya senantiasa keluar api. Beberapa malaikat diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memasukkan orang tua itu ke dalam neraka, serta dirantai yang membelenggu dan tali. Setelah selesai menjalani segala macam siksaan, hamba lihat ia dibawa ke atas mimbar. Bawalah ia ke dalam neraka dan rantailah serta belenggulah dan kekanglah pada lehernya. Sesungguhnya orang ini durhaka yang celaka tidak mau menuruti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya’.
 
“Dalam menjalani siksaan, rambut hamba habis terlepas dari kulit. Tulang hamba pun hancur dan patah-patah. Bibir hamba seperti bukit Haliyah besarnya. Tubuh hamba besarnya seluas seperti jauhnya orang yang mengendarai kuda sembrani selama tiga hari tiga malam. Seperti jarak itulah besarnya. Jika orang lari dengan kuda sembrani yang sangat tangkas selama tiga hari tiga malam, maka tebal bibir atas bawahnya sama seperti itu. Hidung hamba pun seperti bukit besarnya. Sementara mata dan telinga menjadi hamba tuli”.
 
“Hamba juga dikenakan pakaian yang terbuat dari kulit api neraka. Di dalam baju itu terdapat macam-macam binatang, seperti ular, kalajengking, dan lipan yang tercipta dari api neraka. Jika saja binatang-binatang itu diturunkan ke bumi, maka seluruh isi bumi dapat ditutupi oleh karena besar tubuhnya. Dan dengan marahnya binatang-binatang itu menggigit tubuh hamba”.
 
“Awalnya perut hamba diikat dengan tali dari api neraka, dan diikatkan kepada satu pohon yang tercipta dari api neraka juga. Selanjutnya kaki hamba disimpan di atas. Sedangkan kepala disimpan di bawah, seperti orang yang digantung sungsang andai saja penghuni dunia menyaksikan penyiksaan itu, niscaya seluruhnya akan sangat terkejut dan takut karena kedahsyatan siksaan itu. Setelah selesai dari tempat ini, hamba dibawa kepada saksi lain. Kemudian diserahkanlah hamba kepada Malaikat Zabaniyah”.
 
“Hamba disuruh untuk memakai suatu sepatu terbuat dari api yang panjangnya sepuluh gaz (+110 meter) dan tingginya empat puluh gaz. Apabila dipakai ke kaki sepatu itu, maka timbullah rasa hangus di dalam dada dan sangat meruyak hingga serasa hancur lebur. Asapnya naik sampai ke otak hamba. Ya Nabi Isa Ruhullah, makanan hamba dari tembaga dan timah yang melebur”.
 
“Setelah selesai menjalani siksan di tempat ini, kemudian hamba dibawa ke satu bukit api neraka Hamba lihat beribu-ribu bukit dari api neraka. Di atas bukit-bukit itu, terdapat batu-batu dari api neraka juga. Ada pula pepohonan yang tercipta dari api neraka pula, serta binatang-binatangnya yang terbuat dan api neraka juga”.
 
“Pada satu bukitnya, terdapat siksaan beribu-ribu macam, dan beribu-ribu macam api. Terdapat pula sungai-sungai api yang airnya berasal dari tembaga, timah, dan besi yang telah melebur. Ada juga airnya yang berasal dari darah dan nanah yang berbau sangat anyir dan busuk.”
 
“Tiap-tiap sungai, airnya berputar-putar, dan bunyinya bagaikan guruh dan halilintar yang membelah angkasa. Demikianlah yang hamba dengar, terdengar hingga seribu tahun perjalanan manusia”.
 
“Ketika hamba sampai di atas bukit. Binatang-binatang itu disuruh oleh malaikat Zabaniyah menyiksa hamba beratus-ratus kali. Andai saja anak dari dari seekor ular di antaranya yang terjatuh ke bumi, maka hancurlah bumi karena bisanya”.
 
“Lalu hamba dibawa ke dalam sungai. Seluruh anggota badan dan persendian tulang rasanya seperti hancur lebur. Tiga ratus kali hamba digigit, kemudian di bawah bukit beribu-ribu siksaan dan azab Allah Ta’ala hamba rasakan lagi, dan tubuh hamba diikat dengan tali dan api dan dirantai yang terbuat dari api juga. Hamba pun diikatkan kepada sebuah pohon yang terbuat dari api neraka juga. Sedangkan rantai membelenggu hamba dan dililitkan pula kepada pohon itu. Hanguslah tubuh hamba dan hancurlah daging hamba rasanya”.
 
“Hamba sendiri ketika hidup kembali tidaklah ada bandingannya siksaan-siksaan yang telah dialami itu, ya Nabi Isa Ruhullah. Begitu menderitanya, hamba pun menangis dengan menjadi-jadi serta berseru-seru kepada Allah Azza wa Jala, ‘Ya Ilahi, Ya Robbi, Ya Saidi, Ya Maulayya, Ya Tuhanku, telah hanguslah segala tubuh hambamu dan hancur leburlah daging hamba, serta meluruh dari kulitnya hamba rasakan ya Tuhanku, perut hamba pun jadi melorot ke bawah, hingga hamba dapat duduk di atasnya’. Demikianlah seruan hamba ke hadirat Allah Ta’ala. ya Nabi Isa Ruhullah”.
 
“Hamba kemudian lihat banyak orang yang mendapat siksa, dan datanglah ular, kalajengking, dan lipan dari api menggigit mereka sama seperti yang menggigit tubuh hamba. Mereka pun meraung-raung karena terlalu sangat sakitnya. Dan menangis begitu memilukan. Hamba katakan, ‘Hai Malaikat Zabaniyah, apakah dosanya dari orang-orang itu hingga disiksa dengan yang demikian itu?”.
 
“Malaikat Zabaniyah menjawab, Hai orang durhaka yang celaka, ketahuilah olehmu bahwasanya orang itu tidak mau mandi junub serta tidak suci dirinya ketika ia pergi ke mesjid, demikianlah dosanya orang itu.”
 
Raja Jumjumah berkata, “Ya Nabi Isa Ruhullah, hamba lihat orang-orang yang matanya dituangi dengan api yang menyala-nyala, la terbaring dan tergantung seraya berseru kepada Allah SWT. Hamba pun bertanya kepada Malaikat Zabaniyah, mengenai hal itu. la menjawab bahwa sesungguhnya orang itu ketika di dalam dunia sering mengintip aurat isteri orang lain, serta berusaha menggodanya.
 
“Ya Nabi Isa Ruhullah, hamba juga melihat seorang perempuan yang tengah muntah-muntah dengan lidahnya yang menjulur hingga ke kakinya. Dari mulutnya keluar nanah dan darah yang menggumpal-gurnpal. Kemudian disuapinya dengan daging dari api, serta digantung secara sungsang. Kepalanya di posisi bawah sedangkan kakinya berada di atas. Dan di bawahnya ada api yang menyala-nyala, la menyeru-nyeru dengan tangisannya yang sangat memilukan; suaranya begitu ramai menyayat. Hamba pun bertanya kepada Malaikat Zabaniyah, ‘Apakah dosa dari orang itu’? Malaikat menyahut, ‘Mereka itulah yang telah melakukan aborsi”.
 
“Sebagian yang hamba lihat lehernya tergantung pada rantai dari api yang menyala-nyala, dan hamba bertanya lagi kepada Malaikat Zabaniyah, Apa dosanya orang itu?’ ‘Orang itu tidaklah sekali-kali mau mengambil air untuk, sembahyang ketika hidupnya di dalam dunia’, ujar Malaikat Zabaniyah.”
 
“Seluruh persendian hamba pun lemah dan letih rasanya. Tubuh hamba pun bergemetar, karena kedahsyatan dan ketakutan hamba menyaksikan azab Allah Ta’ala tersebut, ya Nabi Isa Ruhullah. Lalu hamba pun bertanya kepada Malaikat Zabaniyah, Siapa yang mandi dan siapa pula yang meminum air sungai tersebut? “
 
“Dijawab oleh Malaikat Zabaniyah, Hai orang durhaka yang celaka, adapun yang mandi dan minum air sungai itu adalah orang-orang yang disiksa di dalam neraka”.
 
“Ya Nabi Isa Ruhullah, hamba lihat di dalam neraka itu beribu-ribu selokan dari api neraka, dan dari selokan tersebut terdapat beribu-ribu rumah; dari satu rumah, terdapat beribu-ribu pintunya; dan dari satu pintunya, terdapat beribu-ribu bilik dan beribu-ribu bangku; dan dari satu bangku terdapat beribu-ribu ambalan; dan dari satu ambalan, terdapat beribu-ribu hamparan dan bantal dan beribu ribu azab Allah Ta’ala; dan seluruh siksaan tersebut, berasal dari api juga”
 
“Nabi Isa Ruhullah, hamba lihat di dalam neraka itu ada mahligai dari api dan pada satu mahligainya terdapat beribu-ribu pintu, dan pada satu pintu terdapat beribu-ribu bilik dan bangku; dan dari satu bangku terdapat beribu-ribu hamparan dan bantal. Bahwasanya pada tiap-tiap barang tersebut, kainnya berasal dari api neraka”.
 
“Ya Nabi Isa Ruhullah, hamba lihat di dalam neraka itu ada bermacam-macam
binatang, ada yang seperti gajah, kuda, singa, keledai, kalajengking, lipan, burung, babi, anjing, dan kucing. Seluruhnya berasal dari api yang bermacam-macam. Sesungguhnya seluruh binatang tersebut kerjanya adalah untuk menyiksa penghuni neraka”.
 
“Sesudah hamba merasakan dan melihat berbagai macam siksaan neraka, hamba dibawa oleh malaikat Zabaniyah ke atas bukit yang bernama bukit Sakuna. Sampai ke atas bukit tersebut dapat ditempuh oleh manusia biasa adalah selama 70.000 tahun. Dan terdapat 70.000 tempat pemberhentian. Terdapat pula 70.000 macam siksa di tempat itu, ya Nabi Isa Ruhullah”.
 
“Di bukit Sakuna terdapat 70.000 malaikat yang pekerjaannya adalah menghancurkan tembaga, timah, dan besi sebagai bahan untuk menyiksa orang yang tidak mau menuruti akan perintah Allah Ta’ala dan Rasul Nya, juga menyiksai hamba di bukit itu Hamba rasakan tidak ada sesuatu pun yang menyamai azab tersebut”.
 
“Ya Nabi Isa Ruhullah, seluruh siksaan yang ada di dalam dunia, tidak ada satu pun yang sama dengan siksaaan yang ada di akhirat. Di bukit itu hamba lihat dan hamba dengar, penuh dengan ular dan kalajengking, dan binatang-binatang buas isinya”.
 
Ucap Raja Jumjumah, “Ya Nabi Isa Ruhullah, adalah bermacam-macam siksaan yang hamba lihat yang tidak mungkin habis hamba ceritakan kepada tuanku mengenai siksaan itu. Setelah selesai hamba menjalani siksaan-siksaan, maka datanglah seorang malaikat untuk menyampaikan amanat dari Allah kepada Malaikat Zabaniyah bahwa Allah Ta’ala telah mengampuni dosaku. Allah Ta’ala telah menganugerahi kasihnya. Penyiksaan kepadaku dilakukan karena perintah Allah semata. Dan kini aku telah diampuni oleh Allah Ta’ala terhadap seluruh dosaku.”
 
Nabi Isa berbicara, “Hai Raja Jumjumah, berbahagialah tuan telah begitu besar dianugerahi Allah SWT telah melepaskan azab. Sesungguhnya segala perbuatan jika tidak benar niatnya, maka sembahyang dan ibadahnya pun tidak akan memberinya manfaat apapun”.
 
“Hai Raja Jumjumah, ceritakanlah oleh Tuan seluruh siksaan yang telah dialami kepada orang-orang agar mereka menjadi takut dan bertobat setelah mendengarkannya.”
 
Kata Raja Jumjumah, “Ya Nabi Isa ruhullah, tidaklah hamba dapat merasakan penderitaan lagi, dan tidaklah pula dapat menceritakan lagi mengenai siksaan siksaan dan azab Allah Ta’ala. Karena tuan adalah Ruhullah, hamba mohonkan kepada Allah SWT agar dapat hidup kembali dan masuk ke dalam perut ibu hamba supaya dapat berbakti ke hadirat Tuhan RobbulArsyil Azim, maka semoga dapat terlepas dari siksaan yang telah hamba rasakan, dan hamba telah
melihatnya juga. Akan tetapi terhadap kerajaan hamba, janganlah tuan mohonkan hamba untuk kembali lagi berkuasa.”
 
Setelah Nabi Isa Ruhullah mendengar permohonan tersebut, ia segera mengambil segengggam tanah. Kemudian dibasuhkanlah kepada kepala tengkorak dan ditutupnya dengan kain putih.
 
Selanjutnya, Nabi Isa as melaksanakan sholat dua rakaat. Lalu berdo’a kepada Allah agar keinginan dari Raja Jumjumah dapat terkabul. Allah SWT pun mengabulkan permohonan Rasul-Nya itu.

Pak Belalang (Bag. 10)

Gambar Tawon hinggap dikaki, kiriman dari sahabat diseberang pulau sumatra

Pak Belalang Bagian 10 ini menceritakan tentang “Persahabatan dengan Alam” dalam kehidupan keseharian Pak Belalang, semenjak ditinggal istrinya yang pergi ketempat saudaranya, tinggallah Pak Belalang sendiri di rumah, Tidur-tidur sendiri, bangun sendiri, cuci pakaian di sungai sendiri, mandi sendiri, makan minum juga sendiri, 

Pada suatu hari datanglah seekor Tawon kerumah Pak Belalang, dilihatnya tawon itu mondar mandir kesana kemari seperti yang sedang kebingungan, tak lama hinggaplah tawon itu di sebuah kusen pintu kamar Pak Belalang, setelah diperhatikan, tawon tersebut seperti mengeluarkan sesuatu liur dari mulutnya, melalui liur ini lah tawon tersebut membuat sarangnya,

Setelah mengetahui kegiatan dari pada tawon tersebut, Pak Belalang mulai bertanya-tanya dalam hati, betapa sulitnya seekor tawon menjalani kehidupan, terbang mencari madu diputik-putik bunga, terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain, setelah terkumpul terbanglah mereka kesebuah tempat yang menurut mereka aman, di tempat itulah dia membuat sarang,

Dalam kesibukkannya membuat sarang, tawon tersebut merupakan tawon yang pintar, dapat mengetahui jalan masuk dan juga jalan keluar mencari sari pati bunga, bila masuk dari jendela keluarpun dari jendela, bila keluar dari pintu masuknya dari pintu itu juga,

Suatu hari Pak Belalang sedang duduk santai ditepi jendela, menghirup dan menikmati udara segar yang bertiup dari gunung turun ke lembah, betapa segarnya udara yang dinikmati pada pagi hari itu, ditambah lagi dengan harumnya aroma kopi hangat, 

Pak Belalang teringat dengan tawon yang hinggap dan sedang membangun sarang dikusen pintu kamar di dalam rumah Pak Belalang, dilihatnya tawon itu hendak keluar dari kamar, seperti menundukkan kepala sebentar, terus langsung terbang mengarah ke Pak Belalang, Pak Belalang terasa gelisah, didalam hati bergumam, “jangan-jangan nanti saya di sengatnya”, seketika itu tawon berhenti di udara sambil mengepakkan sayapnya, seperti hendak menyampaikan sesuatu dengan mengeluarkan bebunyian dari kepakkan sayapnya, setelah itu tawon itu pun keluar jendela tepat disamping Pak Belalang, lalu terbang semakin jauh menyisakan sebuah titik hitam kuning di awan, selanjutnya titik itupun lenyap ditelan awan,

Keesokan harinya seperti biasa, duduk lagi dipinggir jendela, tiba-tiba terdengar suara yang dikeluarkan dari kepakkan sayapnya seperti menyebut Assalamu’alaikum, dengan serta merta Pak Belalang menjawab Wa’alaikumsalam warohmatullah, tak lama kemudian tawon itu berlalu lagi seperti biasa di samping Pak Belalang,

Pak Belalang mengambil sebuah kitab, di carinya didalam kitab itu, didapatlah sebuah ayat yang berbunyi :

“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. An Nahl [16]: 68-69)

Ternyata ada sebagian haq tawon untuk membuat sarang ditempat-tempat yang dibuat oleh manusia,

Suatu ketika Tawon itu pun berdiam diri didepan sarangnya, seperti hendak menyampaikan sesuatu, tiba-tiba Pak Belalang merasa seperti kesetrum tidak ingat apa-apa, lalu seperti mendengar suatu yang berkata-kata :

Lebah itu bisa Berbicara kepada Pak Belalang, Ya tuan, sebelumnya maafkan kami, yang telah membuat kotor dirumah tuan, maafkan kami yang telah membuat sarang di kusen pintu ini, bukan kehendak kami, tapi inilah tempat yang terbaik bagi kami, sebuah tempat yang diberikan dan dipilihkan kepada kami, hanya saja ini merupakan suatu kebetulan, bahwa rumah ini merupakan rumah Pak Belalang,

Kehidupan kami sama juga dengan kehidupan makhluk-makhluk yang lain, sebelum kami mempunyai keturunan, kami membuatkan sarang untuk kami dan keluarga kami, dengan berusaha kami mencari sari pati bunga, mengumpulkannya di dalam sarang itu, kami membangun sarang kami dengan liur kami, entah apa namanya bila didunia biologi, dengan liur ini lah kami membuat sarang untuk melanjutkan generasi penerus tawon dari keturunan kami, bila tuan merasa terusik dengan kehadiran kami disini, kami,,,, owh tidak,, tidak,,, jangan diteruskan,,, saya dengan senang hati justru senang telah ditemani oleh kalian, saya merasa terhibur, dan banyak yang bisa saya ambil hikmah dari pelajaran ini, anggaplah saya sebagai saudara kalian, “baiklah tuan, jika begitu adanya, sayapun merasa bahagia, saya berangkat kerja lagi ya tuan,

Setelah selesai bercakap-cakap, Pak Belalang merasa kecapaian, rasanya seperti habis bekerja mencangkul disawah berhektar-hektar, lalu Pak Belalang pergi kedapur menyeduh segelas kopi.

Demikianlah Kisah dongeng Pak Belalang Bagian 10 ini, kisah ini hanya sekedar dongeng dari nagari antah berantah, tentang persahabatan Pak Belalang dengan Alam.

Pak Belalang (Bag. 9)

Pak Belalang Bagian 9

Pak Belalang pada bagian 9 ini menceritakan tentang “Membelah Kebodohan manusia dengan cara belajar bersama Alam, Belajar sama Angin” Kajian ini yang akan diajarkan kepada ketiga perampok yang ketahuan pernah merampok rumah Pak Belalang, karena mereka merasa malu, dan ingin bertaubat, akhirnya mereka bertiga sering meminta nasehat kepada Pak Belalang, sama Pak Belalang masing-masing mereka diberi nama dengan nama panggilan :

  • Si Buta
  • Si Tuli dan
  • Si Bisu

Semenjak kejadian peristiwa perampokan yang dilakukan oleh ketiga perampok dirumah Pak Belalang, sama Pak Belalang mereka bertiga tidak diadukan kepada raja, asalkan mereka tidak mengulangi perbuatannya dan ingin bertaubat, mereka tidak akan di adukan kepada raja, dalam perjanjian itu, mereka bertiga bertaubat, tidak ingin lagi bekerja menjadi perampok, pekerjaan itu sudah mereka tinggalkan, mendengar hal itu Pak Belalang merasa iba, sebagai imbalannya, mereka dipekerjakan dikebun milik Pak Belalang, dengan syarat mereka harus taat, patuh, sabar, tabah, ikhlas, ridho, dalam menjalani apapun yang dihadapi, dengan hal itu mereka sekarang sudah beralih propesi menjadi Tukang Kebun dikebunnya Pak Belalang, kebun Pak Belalang itu diberi nama :

  • Kebun Ketaatan

  • Kebun Kesabaran

  • Kebun Keikhlasan

Kebun Ketaatan, Taat dan patuh tidak mengulangi pekerjaan menjadi perampok, sungguh-sungguh bertaubat, tidak lagi melihat suatu hal yang maksiat, kebun ini dijaga dan dipelihara oleh Si Buta

Kebun Kesabaran, Sabar dan tabah dalam menjalani segala ujian demi ujian, apapun jenis dari segala ujian tetap tersenyum sabar dan tabah, dengan tidak lagi merasa bangga dengan segala bentuk pujian dan merasa tersinggung dengan segala hinaan, kebun ini dijaga dan dipelihara oleh Si Tuli

Kebun Keikhlasan, Ikhlas dalam mengerjakan segala amal perbuatan, dalam melaksanakan segala tugas dan kewajiban semua didasari dengan niat dan berbudi pekerti yang tulus mulia, dan tidak lagi membicarakan tentang keburukan dan kejelekan-kejelekan orang lain (ghibah), Tidak lagi membicarakan sesuatu hal yang tidak bermanfaat, kebun ini dijaga dan dipelihara oleh Si Bisu

Dalam berusaha, mereka bekerja bersama-sama saling bahu membahu, “saling asah asih asuh”, “sehidup sepenanggungan”, “serasan sekundang”, “saiyo sakato”, “sepintu sedulangan”, “berat sama dipikul ringan sama di jinjing”, “berdiri sama tinggi duduk sama rendah”, “saling mengingatkan saling menasehati”, “hidup berkesinambungan”, “bersahabat dengan alam, menjaga kelestarian alam”. “saling memberi saling menerima” dalam kondisi apapun.

Pada sabtu sore datanglah Pak Belalang ke kebun hendak memberikan nasehat kepada ketiga Tukang Kebunnya, dalam kunjungan itu bertanyalah mereka bertiga, kepada Pak Belalang,

Ya tuan,, “Sabtu kemarin, seminggu yang lalu, tuan mengatakan kepada kami bahwa, manusia itu bodoh, sudilah kiranya tuan menjelaskan kepada kami, Kenapa tuan mengatakan bahwa manusia itu bodoh,,?

Pak Belalang berkata : Baiklah akan saya jelaskan, ada syaratnya, syaratnya harus taat, patuh, sabar, tabah dan ikhlas, apapun penjelasan dari saya kalian terima saja, dan jangan banyak tanya sebelum saya menjelaskan, tanyalah nanti dikemudian hari, itupun bila kita masih diberikan panjang umur, sehingga kita bisa berjumpa kembali, sekarang ambillah oleh kalian bertiga :

  • Secarik kain berwarna hitam sepanjang setengah meter

  • Dua buah gumpalan kapas sebesar ibu jari

  • Sepotong Lakban seukuran kotak rokok

  • Segelas kopi sebungkus rokok sekaligus korek apinya

Mereka bertiga bingung, dan bertanya dalam hati buat apa yah semuanya itu,? ketika Si Tuli mau bertanya, yang mau bertanya sudah langsung di sikut sama Si Buta dan Si Bisu, udah di bilang tadi jangan banyak tanya, ini malah mau nanya, oh iya yah, saya lupa, hehehehe,

Mereka segera mencari dan menemukan persyaratan tersebut, setelah mereka mendapatkannya, mereka kembali menghadap Pak Belalang, 

Pak Belalang berucap : “Sekarang masing-masing peganglah secarik kain hitam, ikatlah dikepala, dan tutuplah kedua mata kalian dengan secarik kain hitam tersebut, bila sudah, maka dengarkan pertanyaan saya. “Ini apa”?

  • Si Buta menjawab, saya tidak tahu karena saya tidak melihatnya,

  • Si Tuli menjawab, saya juga tidak tahu tuan karena saya tidak melihat dan mendengarnya,

  • Si Bisu menjawab, saya juga tidak tahu tuan karena saya tidak melihat, tidak mendengar dan juga tidak dapat membacanya,

Pak Belalang berbicara : Baiklah sekarang kain itu jangan kalian lepaskan, tutuplah mulut kalian dengan Lakban itu, peganglah oleh kalian pensil ditangan kanan, kertas ditangan kiri yang akan saya berikan kepada kalian satu persatu, dan sekarang dengarkan pertanyaan saya, “Ini apa”?

  • Si Buta menulis, “tidak tahu”

  • Si Tuli menulis, “tidak tahu”

  • Si Bisu menulis, “tidak tahu”

Pak Belalang berujar : Baiklah, sekarang jangan kalian lepaskan tutup mata kalian, jangan kalian lepaskan lakban yang menutup mulut kalian, sebelum kalian pasang kedua kapas itu ketelinga, nanti dalam hitungan ke 7 kapas harus sudah terpasang, dan dengarkan, nanti ada pertanyaan saya, sekarang tutuplah kedua telinga kalian dengan kapas yang sebesar ibu jari tersebut, selanjutnya Pak Belalang bertanya kepada mereka “Ini apa”?

  • Si Buta menggeleng-gelengkan kepala sebagai tanda “tidak tahu”,

  • Si Tuli hanya terdiam saja sebagai tanda tidak mengerti,

  • Si Bisu mengangkat kedua bahu dengan membalikkan kedua telapak tangan sambil menggelengkan kepala kekiri sebagai tanda tidak mengetahui,

Pak Belalang lalu mengambil semua kapas yang menutup di telinga mereka bertiga, sekarang kalian bisa mendengar perkataan saya, maka dengarkan,

Dengan ditutupnya mata, ditutup mulut, ditutup telinga, kita tidak bisa mengetahui apapun, semua menjawab tidak tahu, disaat itu kita menjadi manusia yang bodoh, tak ubahnya sama saja seperti ketika kita sedang tertidur, tidak bisa melihat, mendengar dan berucap, semua panca indra tertutup,

Baiklah sekarang kalian hanya bisa mendengar, saya akan memberikan sebuah pertanyaan kepada kalian, maka tulislah oleh kalian jawabannya di kertas itu, jangan berbicara dan juga membisikkan kepada temannya, “Apa ini“? Seketika itu Pak Belalang meniup masing-masing telinga mereka bertiga, dan sekarang tulislah apa jawabannya,

  • Si Buta menulis, “ada suara ANGIN”

  • Si Tuli menulis, “ada ANGIN menyentuh telinga”

  • Si Bisu menulis, “ANGIN”

Baiklah, sekarang kalian sudah menulis jawabannya, dan semuanya menjawab dengan benar, “Semut diseberang lautan kelihatan, sedangkan gajah dipelupuk mata tidak nampak”, inilah sebagai bukti kebodohan nya kita, Angin yang ada disekitar kita. kita tidak tahu tidak kenal, Angin yang menimbulkan suara yang keluar dari mulut orang lain cepat sekali terdengarnya, sering dibilang orang kabar Angin/isu yang berkembang, cepat sekali diketahuinya, sedangkan Angin yang ada disekitar kita, kita tidak nampak, tidak terbaca, tidak terdengar.

Sekarang bukalah penutup mata dan lakban kalian, ada satu persyaratan lagi yang lupa saya sampaikan, Apa itu? jawab mereka serentak, hehehe Pak Belalang tersenyum, “kalian belum membuatkan segelas kopi lagi untuk saya, “hahahahaha”, semua tertawa, sampai-sampai cicak pun ikutan tertawa, hihihihihi…

Sambil ngopi dan santai-santai, barulah mereka membicarakan tentang usaha kebun yang mereka garap.

Demikianlah kisah pak Belalang bagian 9 ini, mari kita sama-sama Belajar, Belajar dan terus Belajar, mohon maaf bila ada perkataan yang kurang berkenan, mari kita “Belajar Bersama”.

Pak Belalang (Bag. 8)

Pak Belalang Bag. 8

Pada kisah Pak Belalang bagian 8 ini, Pak Belalang mempunyai saudara yang bernama Pak Lebai Malang, menurut penuturan dari beliau, beliau mengetahui sebagian dari kisah hidup sang legenda Pak Belalang ini.

Saudaraku Pak Belalang ini sesungguhnya seorang yang berhati mulia,

Seakan-akan nampak bodoh, miskin dan lalai,
seperti suatu yang kebetulan terjadi,
kelihatan seperti orang yang beruntung, bernasib mujur,

Padahal tidaklah demikian, Pak Belalang berbuat seperti itu hanyalah topeng untuk menutupi kerendahan hatinya, agar tidak banyak yang memuji dirinya, segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahu wata’ala, sudah selayaknya bagi orang yang diberikan keistimewaan oleh Allah ta’ala semakin di istimewakan semakin menunduk, pepatah bijak yang berbunyi “padi semakin berisi semakin merunduk”.

Semenjak Pak Belalang berjumpa dengan nabi Khidir ketika sedang tertidur dibawah pohon beringin di tengah hutan belantara, beliau banyak diajarkan oleh beliau tentang ilmu-ilmu laduni ilmu-ilmu tasawuf, syareat tareqat haqeqat ma’rifat,,

Sebetulnya ketika dia mendapatkan hadiah dari pemberian sang raja, dari 99 %, 1/3 hadiah dibagi-bagikannya kepada para fakir miskin keluarga tidak mampu, anak-anak yatim piatu, 1/3 nya disumbangkan di surau dan mesjid, 1/3 nya lagi dibagi-bagikan kepada sanak saudara family dan keluarga, 1 % nya lagi digunakan untuk kebutuhan hidup Pak Belalang

Begitupun dengan hasil kebun dan ladang, 50% bagian hasil dari kebun dan ladang diberikan kepada yang memelihara, menjaga dan merawat kebun dan ladang, 50 % hasil untuk Pak Belalang, 50 % nya lagi untuk yang menjaga kebun,
hasil dari kebun dan ladang yang 40 % itu di bagi-bagikannya kepada yang berhaq membutuhkan, hanya 10 % saja yang di ambil sama Pak Belalang, itupun hanya untuk kebutuhan hidup keluarga.

Pak Belalang (Bag. 7)

Pak Belalang Bagian 7

Menatap indahnya Pemandangan

Pak Belalang merupakan seorang yang ahli dalam meramal, ahli dalam pengobatan, ahli dalam berpolitik, ahli dalam berladang, dengan beberapa keahliannya itu, Pak Belalang banyak mendapatkan hadiah dari sang raja, mempunyai kebun dan ladang yang luas, dari penghasilan kebun dan ladangnya, dari penghasilan meramal dan juga dari hadiah pemberian dari sang raja, sudah barang tentulah Pak Belalang dikatakan orang yang kaya raya, sehingga menjadi bahan pembicaraan orang-orang di kampung, terutama Sang Perampok yang menginginkan harta kekayaan Pak Belalang.

Para perampok mulai membicarakan tentang kekayaan Pak Belalang, sehingga diputuskanlah menyusun rencana dan strategi untuk merampok rumah Pak Belalang, ketiga perampok ini mulai membayangkan, betapa banyak harta Pak Belalang, harta emas intan permata dari pemberian raja, harta dari hasil kebun dan ladangnya, tentulah didalam rumah Pak Belalang berlimpah emas, dan selama puluhan tahun rumah Pak Belalang itu belum pernah kerampokan, kita yang dulu pernah hendak merampok rumahnya juga gagal, kali ini kita dobrak saja rumah Pak Belalang, kita intai penghuni rumahnya, kapan waktu-waktu mereka pergi meninggalkan rumah diwaktu malam, salah seorang perampok berkata kepada temannya : hemmhh saya sudah tidak sabar ingin segera menikmati hasil dari merampok rumah Pak Belalang, sudah barang tentu harta Pak Belalang sangatlah banyak, isi rumahnya dipenuhi dengan perabotan yang serba mahal dan berkilauan.

Pada suatu malam, Pak Belalang beserta keluarganya, pergi ketempat saudaranya yang tinggal dikampung sebelah, setelah menghantar istrinya tinggal di tempat saudaranya, Pak Belalang pulang kerumahnya, tinggallah Pak Belalang seorang diri didalam rumahnya, bertepatan pada malam itu, datanglah tiga orang perampok yang hendak merampok rumah Pak Belalang, ketika ketiga orang perampok tersebut hendak memasuki rumah, Pak Belalang sudah mengetahui gerak gerik dari suara berisik para perampok yang mendobrak pintu rumahnya, Pak Belalang seketika itu kebingungan, sebelum para perampok itu memasuki rumahnya, Pak Belalang memutuskan untuk bersembunyi didalam sebuah kotak bertutup yang bisa dimasuki dan cukup untuk menampung badannya, tiga orang perampok tersebut berhasil mendobrak pintu rumah Pak Belalang dan masuklah mereka kedalam rumah Pak Belalang,

Sesampai didalam, ketiga perampok tersebut mengobrak abrik seluruh isi rumah Pak Belalang, nampaklah sebuah kotak yang besar, tapi tak diperdulikan oleh para perampok itu, mereka terus mencari dan mengobrak abrik seisi kamar dan lemari,

Setelah merasa tidak ada satu barang yang berhargapun yang dapat ditemukan didalam kamar maupun seisi dalam ruangan, ketiga perampok tersebut mulai mengarahkan pencarian kekotak besar yang berada di ruang tengah tadi,

Ketiga mata perampok yang penuh nafsu tertuju kepada kotak besar yang berada diruang tengah tadi, seketika itu mereka bertiga membongkar penutup kotak, setelah tutup kotak diangkat, betapa terkejutnya para perampok itu, ternyata  yang berada didalam kotak tersebut adalah Pak Belalang yang sedang menatap mereka bertiga,

Kaukah itu Pak Belalang,,? Betul jawab Pak Belalang,

Sudah berapa jam saya terperangkap didalam kotak ini, beruntunglah kalian datang tepat waktu membukakan tutup kotak ini, saya sangat berterima kasih kepada kalian semua, sebagai tanda terima kasih saya, sudilah kiranya tuan-tuan untuk bermalam digubuk saya ini, sudah selayaknya saya membuatkan hidangan kopi kepada tamu yang telah membantu menyelamatkan hidup saya,

Ketiga perampok tersebut sangat terkejut dengan melihat keadaan Pak Belalang yang sangat memprihatinkan itu, ketiga perampok itu hanya terdiam membisu seperti terkena hipnotis, mereka sangat bersedih melihat kehidupan Pak Belalang, setelah Pak Belalang membuatkan minuman kopi, dihidangkannya ceret yang berisi kopi tersebut diatas tilam yang sudah nampak lusuh, dan sebagai gelasnya diambillah dua buah cangkir yang terbuat dari batok kelapa yang biasa dipergunakan oleh Pak Belalang dan keluarganya, setelah Pak Belalang menuangkan kopi kedalam cangkir, Pak Belalang mempersilahkan kepada tamunya (para perampok) untuk menikmati kopi buatan Pak Belalang,

Tanpa banyak berbicara, ketiga perampok itu bergantian meminum kopi didalam cangkir batok kelapa yang sama, ketiga perampok itu tertunduk, dengan mata yang berkaca-kaca, menangis menyesali segala perbuatan mereka selama ini, kami tidak menyangka bahwa Pak Belalang hidupnya sangatlah memprihatinkan ini, sungguhlah jauh kehidupan Pak Belalang dengan kami, kami tidak kuat menanggung beban derita hidup, sedangkan Pak Belalang yang mempunyai banyak pemberian hadiah dari sang raja, mempunyai hewan ternak, kebun dan ladang, jangankan emas intan permata kasur yang empuk makan minum yang enak, dinding rumah bagian belakang sajapun tidak berdinding sama sekali, hanya tertutupi pepohonan bambu dan semak belukar, jangkan meja kursi, yang ada hanya dua buah piring seng, dua buah cangkir yang terbuat dari batok kelapa, sehelai tilam bekas dan beberapa peralatan sembahyang,

Seraya menangis tersedu-sedu, para perampok itu pun berucap, “Maafkanlah kami Pak Belalang” dengan kesungguhan hati kami, kami tidak akan pernah mengulanginya lagi, kami menyatakan diri untuk berhenti menjadi perampok, Sudilah kiranya Pak Belalang memaafkan kami yang bejat dan penuh dosa ini,

“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, bila bukan kaum itu sendiri yang mau merubahnya”, segala sesuatu itu wajib bagi kita untuk berniat, berusaha, berdoa dan menerima apapun hasilnya, akan tetapi bukan dengan cara-cara merampok, walaupun dilakukan itu hanya untuk menutupi segala kebutuhan hidup keluarga, tapi itu pula jalan yang dijalani oleh kita, sehingga kita dipertemukan, semua sudah menjadi ketetapan Allah, pada intinya kita semua sama, sama-sama mempunyai permasalahan hidup, sama-sama makhluk hidup yang diberikan kehidupan dari Tuhan Yang Maha meng-Hidup-kan, pandai-pandailah kita memperkuat diri dengan INGAT kepada ALLAH, dengan ke-SADAR-an penuh, menjaga, memelihara, mengkaji, menjalani, mengalami, mengerti, faham akan arti tentang : keimanaan, ketaqwaan ketaatan, kepatuhan, kesabaran, ketabahan, keikhlasan, keridhoan, ketawadduan, ketawakkalan, selalu mengambil hikmah dari segala peristiwa, dan selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua,

Ketiga perampok itu semakin bersedih dan menangis, Maafkanlah kami Pak Belalang,,??

Memohon ampunlah kepada Allah Subhanahu wata’ala, kepada Tuhan Yang Maha Pemaaf Maha Mengampuni segala kesalahan-lah tempat kita memohon segala permintaan, bukan memohon ampun kepada saya, justru saya ini berterima kasih yang mana sudah di selamatkan oleh kalian,, hehehe,,

Hiiiicksss hihihihihi,, Pak Belalang ini bisa aja,,

Ya sudahlah sekarang ambillah wudu disungai, tidak terasa waktu subuh sudah tiba, mari kita sembahyang subuh berjamaah, tanpa banyak berbicara, ketiganya langsung berhamburan sambil berebutan saling dahulu mendahului, hendak pergi menuju sungai untuk berwudhu.

Demikianlah Kisah Pak Belalang bagian 7 ini, Semoga apa yang bisa kita ambil hikmahnya dari kisah Pak Belalang bagian 7 diizinkan di ridhoi Allah ta’ala.. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

Pak Belalang (Bag. 6)

Pak Belalang Bagian 6

Suatu hari, ketika Pak Belalang hendak pergi keladang,  dilihatnya ada hewan ternak kerbau tetangga memasuki halaman rumahnya memakan rumput dihalaman rumah Pak Belalang, rumput halaman rumah Pak Belalang memang sedikit lebih hijau dari rumput halaman tetangganya, tetangga Pak Belalang ini tetangga yang kaya, mempunyai banyak hewan ternak, karena memang sudah terlalu banyak kerbau yang dipeliharanya, sehingga yang punyapun tidak dapat lagi memperhatikan hewan ternaknya satu persatu,

Suatu hari ketika Pak Belalang hendak pergi keladang, dilihatnya beberapa ekor kerbau memasuki pekarangan rumahnya, sambil bertanya DALAM hati, kerbau siapa ini? kog gak diurus sama yang punya, ah sudahlah, paling juga kerbau itu milik tetangga yang kaya tapi kikir itu, Pak Belalang melanjutkan perjalanannya ke ladang,

Keesokan hari, kerbau Pak Belalang memasuki pekarangan rumahnya lagi, Pak Belalang berkata DALAM hati lagi, ini kerbau sudah mulai terbiasa maen di halaman rumah saya, menurut Belalang, kerbau ini memang sengaja dilepas begitu saja oleh tuannya, nanti ketika menjelang sore kerbau-kerbau itupun diambil sama tuannya, tapi itulah pak, banyak tanaman kita yang rusak terinjak oleh kerbau itu, ah sudahlah namanya juga kerbau, manalah dia tahu segala aturan manusia, dia hanya mengikuti insting kehewanannya, hidup baginya hanya makan dan makan, tidak sama seperti kita yang mempunyai akal pikiran,

Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, kerbau itu selalu memasuki pekarangan rumahnya, keesokan harinya masuk lagi kepekarangan rumahnya, Pak Belalang mulai berucap : wah,, ini sudah tidak bisa lagi dibiarkan, nampaknya kerbau itu memang sengaja dilepas dipekarangan rumah ini, Pak Belalang menyusun rencana, pagi itu Pak Belalang sengaja pura-pura berangkat keladang, begitu memasuki hutan, Pak Belalang berbalik arah, mengintip, apakah tetangga memang sengaja melepaskan kerbaunya dihalaman rumah Pak Belalang, atau hanya memang kerbaunya yang gak makan bangku sekolahan, ternyata memang benar, bahwa tetangga itu memang sengaja melepaskan kerbau miliknya ke halaman rumah Pak Belalang, pada sore harinya Pak Belalang dan Belalang sengaja mengintip dari kejauhan, dilihatnya tetangganya sambil mengendap-endap menjemput dan menangkap kerbau miliknya, Pak Belalang mulai berucap dalam HATI : wah,, ini sudah tidak bisa lagi dibiarkan, nampaknya kerbau itu memang sengaja dilepas dipekarangan rumah kita, lalu Pak Belalang berkata kepada Belalang :

Belalang??, pasanglah semua batas-batas rumah kita dengan pagar, buatlah satu pintu yang tidak terkunci, dan biarkan pintunya terbuka, setelah pagar sudah terpasang mengelilingi batas rumahnya, Pak Belalang menancapkan suatu papan pengumuman didepan rumahnya,

Keesokan harinya seperti biasa kerbau itu dilepaskan tetangganya dipekarangan rumah Pak Belalang, pada sore harinya, kerbau tersebut ditambatkan dibelakang rumah Pak Belalang, belakang rumah Pak Belalang banyak ditumbuhi pohon-pohon bambu dan banyak ditumbuhi pepohonan yang rindang, pada sore harinya, tetangga itu pun hendak mengambil kerbau di halaman rumah Pak Belalang, ternyata kerbau itu dilihatnya sudah tidak ada lagi dipekarangan rumah Pak Belalang, ketika hendak mencari kerbau yang hilang, Pak Belalang datang menghampiri tetangga tersebut,

  • Pak Belalang : Ada apa tuan, sepertinya tuan sedang mencari sesuatu,

  • Tetangga : Betul Pak Belalang, saya sedang mencari hewan ternak kerbau saya,

  • Pak Belalang : Owh, ternyata tuan hendak mencari kerbau, kalau boleh tahu kerbaunya berwarna apa?

  • Tetangga : Kerbaunya berwarna abu-abu,

  • Pak Belalang : Owh ternyata kerbau tersebut merupakan dulunya milik tuan,

  • Tetangga : Maksud Pak Belalang bagaimana,,?

  • Pak Belalang : Apakah tuan sudah membaca pengumuman yang terpasang halaman depan rumah saya?

  • Tetangga : Belum jawab tetangga itu,

  • Pak Belalang : Isi pengumuman tersebut : “BARANG SIAPA YANG MEMASUKI PEKARANGAN HALAMAN RUMAH INI, MENJADI HAK MILIK YANG PUNYA RUMAH” dikarenakan kerbau tuan sudah masuk kehalaman rumah saya, mulai sekarang, kerbau tersebut menjadi milik saya,

  • Tetangga : Ah,, Pak Belalang ini suka mengada-ada,

  • Pak Belalang : Tuan lihat saja sendiri papan pengumumannya,

Dengan rasa tak percaya, akhirnya merekapun melihat kehalaman depan rumah Pak Belalang, dan ternyata memang benar adanya pengumuman tersebut, tetangga Pak Belalang mulai naik pitam, dan berkata : Pak Belalang?? saya akan mengadukan hal ini kepada raja, mendengar ucapan tetangga tersebut, Pak Belalang hanya membalas dengan senyuman, akhirnya tetangganya pulang kerumahnya,

Keesokan harinya ketika Pak Belalang sedang menikmati segelas kopi, datanglah Sang Prajurit kerjaan kerumah Pak Belalang seraya mengucap “Assalamu’alaikum Warohmatullah”,, Wa’alaikumusalam Warohmatullah jawab Pak Belalang, kedatangan kami ini hendak menyampaikan titah sang raja kepada Pak Belalang, sampaikan saja apa itu titah dari sang raja, begini Pak Belalang, sudilah kiranya Pak Belalang memenuhi panggilan Raja perihal pengaduan tetangga bahwa Pak Belalang telah mencuri kerbau miliknya, tanpa banyak bicara, setelah mendengar niat dan maksud kedatangan Sang Prajurit, Pak Belalang berangkat menuju istana,

Sesampai di istana, Pak Belalang sudah di tunggu oleh sang Raja dan tetangganya,

  • Tetangga : Dialah Sang pencuri itu sang raja,

  • Raja : benarkah begitu adanya Pak Belalang?

  • Pak Belalang : begini tuan, saya telah memperhatikan selama berbulan-bulan, tentang kerbau yang dulu miliknya setiap hari masuk kehalaman rumah saya, memakan rumput dan merusak banyak tanaman saya, saya sudah cukup sabar, saya biarkan kejadian tersebut berulang-ulang, barangkali tuan ini memang tidak sengaja melepas kerbaunya ke pekarangan rumah saya, ternyata tuan ini memang sengaja memasukkan kerbaunya kehalaman rumah saya dan selalu mengulanginya,

  • Tetangga : maaf yang mulia, Pak Belalang itu mengada-ada yang mulia, Buktinya kerbau itu sekarang ada di belakang rumah Pak Belalang, benar memang dialah pencuri kerbau saya yang mulia,

  • Raja : benarkah begitu Pak Belalang?

  • Pak Belalang : memang betul tuan raja, kerbau itu ada di belakang rumah saya, dan kerbau itu sekarang sudah menjadi milik saya,

  • Tetangga : kerbau itu saya yang membesarkannya yang mulia, kerbau yang di akuinya itu hanya akal-akalannya saja yang mulia, karena dia iri dengki kepada saya, sehingga menginginkan kerbau itu dengan cara mencuri kerbau itu yang mulia,

  • Raja : saya bingung kenapa bisa itu kerbau menjadi milik mu Pak Belalang, ceritakan kepadaku bagaimana kisahnya sehingga kerbau itu bisa menjadi milik Pak Belalang,

  • Pak Belalang : begini tuan raja, saya sudah memasang papan pengumuman di depan halaman depan rumah saya,

  • Raja : apa isi pengumuman tersebut?

  • Pak Belalang : “BARANG SIAPA YANG MEMASUKI PEKARANGAN HALAMAN RUMAH INI, MENJADI HAK MILIK YANG PUNYA RUMAH” jadi apapun itu yang memasuki pekarangan rumah saya, menjadi haq saya,

  • Raja : Prajurit, pergilah kalian kerumah Pak Belalang, lihat, apakah memang benar adanya pengumuan tersebut, dan panggil juga tetangga yang tinggal didepan rumah Pak Belalang sebagai saksinya,

  • Singkat cerita, datanglah tetangga depan rumah Pak Belalang beserta Sang Prajurit ke istana,

  • Raja : bagaimana Sang Prajurit, apa yang engkau lihat di depan rumah Pak Belalang?

  • Sang Prajurit : ampun yang mulia, betul yang mulia, memang betul apa yang dikatakan oleh Pak Belalang itu,

  • Raja : bertanya kepada tetangga depan rumah Pak Belalang, “apakah betul ada pengumuman didepan rumah Pak Belalang? yang berbunyi “BARANG SIAPA YANG MEMASUKI PEKARANGAN HALAMAN RUMAH INI, MENJADI HAK MILIK YANG PUNYA RUMAH”

  • Tetangga depan rumah : ampun yang mulia, betul adanya isi papan pengumuman yang ada didepan rumah Pak Belalang itu, hampir setiap hari saya membaca pengumuman itu yang mulia,

  • Raja : kalau begitu Pak Belalang tidak bersalah, dan saya nyatakan bahwa Kerbau itu sekarang menjadi milik Pak Belalang.

Setelah Raja mengumumkan bahwa Pak Belalang tidak bersalah, pak belalang angkat bicara,

Ya tuan Raja, Kerbau itu sudah saya sedekahkan dimesjid atas nama tetangga saya ini, hal itu saya lakukan dikarenakan selama bertahun-tahun tetangga kita ini tidak pernah berzakat barang penghasilan sekalipun, sedangkan kita wajib berzakat fitrah minimal setahun sekali sebesar 2,5% dari penghasilan, selama bertahun-tahun kerbau miliknya beranak pinak, dan menurut perhitungan saya, tetangga kita ini memiliki kerbau lebih dari 25 ekor, sudah selayaknya lah tetangga kita ini mensedekahkan kerbau itu barang 1 ekor kepada para fakir miskin, anak yatim piatu atau kepada mereka-mereka yang berhaq menerima infaq, zakat dan sodakoh, dan Pak Belalang pun pulang kerumahnya.

Demikianlah kisah Pak Belalang Bagian 6 ini, kurang lebihnya saya mohon maaf.

Pak Belalang (Bag. 5)

Pak Belalang Bagian 5

Dari hasil kerja sebagai Sang Peramal, banyak hadiah yang didapat dari pekerjaan Pak Belalang itu, pemberian hadiah dari sang raja, 2/3 nya dari hasil pendapatan dibelinya hewan ternak dan juga kebun, kebun tersebut ditanaminya dengan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan,

Hari demi hari, bulan demi bulan, sampailah bertahun-tahun, hewan ternak beranak pinak, pohon buah mulai bisa dipanen, sayur-sayuranpun sudah banyak yang dijual dipasar, kehidupan sudah mulai mapan.

Rumah Pak Belalang pun mulai nampak megah, bahagian depan rumah, dipasangi gembok, di rantai, di pantek dengan kayu, bagian halaman depan rumah dipasangi pagar digembok dan di rantai, banyak tetangga rumah Pak Belalang mentertawakan dan memperolok ulah Pak Belalang yang menggembok rumah dengan gembok dan rantai sebesar itu, Pak Belalang hanya tersenyum dengan hinaan para tetangganya.

Suatu masa, dikampung itu sedang terkena paceklik, sehingga banyak warga yang kesusahan, kemiskinan tak terelakkan, mereka-mereka yang berpikiran sempit mulai disusupi rasa putus asa, sehingga banyak yang beralih menjadi perampok,

Keberhasilan dan kesuksesan Pak Belalang, sampai juga ditelinga para perampok, suatu waktu, para perampok memasuki wilayah perkampungan Pak Belalang, setibanya didepan rumah Pak Belalang, salah satu para perampok berkata, rumah yang ini jangankan lemari sama kamar rumahnya, pagarnya saja digembok sebesar-besar mangkok, pintu rumah dan jendela di gembok dan di rantai, jangankan mau masuk kedalam, memotong gembok dan rantainya pun bisa memakan waktu yang cukup lama, bisa-bisa urusan kita sama satu rumah ini sampai subuh juga gak selesai-selesai,

Para perampok mengurungkan niat merampok rumah Pak Belalang, mereka memasuki perkampungan, merampok rumah-rumah yang tidak terlalu ketat keamanannya,

Pak Belalang turut prihatin dengan keadaan kampungnya, berhari-hari berminggu-minggu, perampokan semakin menjadi-jadi, alhasil habislah rumah-rumah orang kampung dirampok sama para perampok,

Suatu hari, para perampok mulai dirundung kebingungan, rumah yang mana lagi yang bisa kita rampok, menurut perhitungan saya, hanya rumah Pak Belalang yang belum kita rampok, berkata salah seorang perampok, bagaimana kita bisa merampok rumah Pak Belalang, sedangkan rumahnya penuh dengan gembok, kita mulai dari hari mau masuk malam, kita bergerak mulai sore. semua para perampok setuju dengan rencana kepala perampok tersebut,

Hari mulai berganti malam, para perampok melaksanakan rencananya, setelah mereka mampu menjebol pagar rumah, mereka pun mulai memotong gembok pintu, setelah gembok pintu bisa di potong, hari sudah menunjukan jam 3 malam, ketika mau menjebol pintu rumah, semua para perampok terdiam, dari dalam rumah Pak Belalang berkata kepada anaknya :

  • Belalang!? dimana kau letakkan senapan, sepertinya ada 3 ekor binatang ada didepan pintu rumah kita,

  • Mendengar perkataan Pak Belalang, Belalang terbangun dari tidurnya, dan merasa heran dengan perkataan Pak Belalang,

  • Pak Belalang berkata lebih keras, supaya terdengar sama 3 perampok yang sedang merampok rumahnya, “Bukan senjata angin, senjata laras panjang peluru timah yang biasa kita pergunakan untuk berburu gajah itu,”

  • Mendengar perkataan Pak Belalang, para perampok diluar rumah ketakutan, sehingga berlarian kesegala arah, dan mengurungkan niat mereka untuk merampok rumah Pak Belalang,,

  • Belalangpun sedikit jengkel sambil berkata : Pak,,?? kita ini, jangankan senjata, sebatang bambu untuk dijadikan senjatapun kita tidak punya,

  • Sudah,,, tidurlah,,, besok pagi kau pergilah kepasar, minta uang sama mamakmu, belilah gembok yang lebih besar dari yang terpasang dipintu depan rumah, sebanyak 25 buah gembok, karena gembok kita yang terpasang dipagar dan dipintu rumah kita sudah di potong sama perampok, Belalang terkejut mendengar perkataan Pak Belalang, Belalangpun bertanya-tanya dalam hati, Pak Belalang semakin lama semakin aneh, ya sudahlah namanya juga Pak Belalang, sambil meraih sarungnya dan melanjutkan tidurnya,

Demikianlah kisah Pak Belalang bagian 5 ini, bersambung ke Pak Belalang bagian 6.

Sampingan

Pak Belalang (Bag. 4)

Pak Belalang Bagian 4

Sejak Pak Belalang dapat menjawab 3 pertanyaan Raja, akhirnya Pak Belalang di angkat menjadi SP = Sang Peramal kerajaan,  ketenaran dan kepiawaian Pak Belalang dalam hal meramal, mulai membuahkan hasil, untuk kebutuhan biaya dapur Pak Belalang tiap bulannya dibiayai oleh kerajaan, tak jarang pula Sang Raja sering meminta pendapat mengenai kepentingan urusan kerajaan kepada Pak Belalang,

Suatu ketika datanglah Sang Prajurit kerajaan tetangga hendak menghadap Raja, sambil menunjukkan selembar kertas yang digulung didalam bumbung bambu, Sang Raja mendapat kabar dari sahabatnya bahwa anaknya baru menikah, di hari ke 7 anaknya yang baru menikah telah di culik oleh Jin, kami mendengar kabar bahwa Raja mempunyai Sang Peramal yang terkenal bernama Pak Belalang, sudilah kiranya Tuan membantu menemukan tuan Putri, , Raja langsung menanyakan kepada Pak Belalang, duhai Pak Belalang? dimanakah disembunyikannya tuan Putri itu, mendengar pertanyaan raja itu Pak Belalang, nampak terdiam sambil memejamkan mata layaknya seperti seorang yang sedang menerawang, semua orang pun ikut terdiam,  dalam diamnya Pak Belalang bergumam dalam hati, Yaa Tuhan,, bagaimana saya menjawab pertanyaan raja ini, sedangkan saya sendiri tidak mengetahuinya, Pak Belalang pun teringat pada saat dia melarikan diri di hutan, tiba-tiba terdengar suara Raja, “Bagaimana Pak Belalang dimanakah tuan Putri itu??”, saking kagetnya Pak Belalang bilang “hutan”,

Baiklah kata sang raja, Sang Raja memerintahkan Sang Prajuritnya untuk menghantarkan Pak Belalang untuk menemukan tuan Putri sahabatnya yang di curi oleh Jin, ( Pak Belalang mulai berpikir untuk melarikan diri ) anu tuan, sekiranya nanti sampai di hutan, biarkan saya sendiri yang masuk ke dalam hutan, yang lain menjaga dari jarak jauh saja sejarak 500 meter dari saya, baiklah kata raja, setelah mempersiapkan perbekalan, berangkatlah Sang Prajurit beserta Pak Belalang pergi ke hutan,

Di perjalanan , tibalah mereka disebuah pohon beringin besar, Pak Belalang beserta Sang Prajurit beristirahat di sebuah pohon beringin yang besar dan rindang, semilir angin bertiup sepoi sepoi, timbul rasa kantuk, Pak Belalang pun tertidur,

Didalam tidurnya, Pak Belalang bermimpi di datangi orang tua, janggutnya yang panjang putih hingga ke perut, berkata dengan dahsyatnya :

-. Hai Pak Belalang, apakah kerjamu hanya berbohong belaka? kenapa tidak berkata dengan sebenarnya?

+. Ampun Tuan, benarlah hamba hanya berbohong saja, semua hamba lakukan tidak disengaja dan itupun saya lakukan hanya untuk mencari nafkah,

-. Sebenarnya kebohonganmu hanya semata-mata karena Allah, sedang engkau sendiri tidak mengetahuinya, semua itu dikarenakan cobaan bagi Sang Raja yang sedang di uji kearifan dan kebijaksanaan Raja kepada rakyatnya, dan sekarang apa maksud dari perjalananmu, dan hendak pergi kemana?

+. Hamba diperintahkan Raja menemukan Tuan Putri anaknya sahabat Raja yang diculik oleh Jin, inilah maksud dari perjalanan hamba,

-. Bagaimana cara engkau menemukannya?

+. Entahlah sayapun tidak mengetahuinya,

-. Sebaiknya engkau menemukan dan mengambil tuan putri dari Jin itu, Ini ada ayat penangkal yang ditakuti oleh Jin, AKU ajarkan suatu ilmu kepadamu,  setelah kau hafal kan ini, pergunakanlah sebagaimana mestinya, nanti kau bacakan apa yang AKU ajarkan tadi kepada Jin itu, adapun Jin itu sekarang ada di sebuah gua di lereng gunung sedang memangku tuan Putri, pergilah kau ambil tuan putri itu,

+. Setelah hafal dan mengerti apa yang diajarkan, tinggal menjalani mengalami, setelah mengalami mendapat suatu kefahaman, Pak Belalang bertanya, Sudilah hamba mengetahui siapakah tuan?

-. Pak Belalang,,, Aku selalu Haidir dalam dirimu,

Pak Belalang terjaga dari tidurnya, Pak Belalang pun langsung ingat apa yang dibilang sama Orang Tua tadi, Pak Belalang segera melanjutkan perjalanan, tak berapa lama Pak Belalang melihat ada sebuah gua batu, sebelum sampai di mulut gua, semua diperintahkan oleh Pak Belalang untuk menjauh darinya,

Sesampai di mulut gua, dilihatnya tuan Putri tergelatak lunglai dipangkuan Jin, mata tuan Putri membengkak akibat menangis bersimbah air mata, Pak Belalang bersedih melihat tuan Putri, dibacalah apa yang diajarkan oleh Orang Tua tadi, setelah di baca, lalu di tiupnya ke Jin didalam gua itu, Jin itu pun lari lintang pukang, melihat Jin lari terbirit-birit, masuklah Pak Belalang kedalam gua, didapatinya tuan Putri itu, dan Pak Belalang berteriak kepada Sang Prajurit untuk membantu mengangkat tuan Putri yang telah pingsan, tak lama Pak Belalang pun membacakan ayat yang diajarkan tadi ke air di gelas, setelah diminumkan kepada tuan Putri, tak lama tuan Putripun tersadar, Pak Belalang menuliskan suatu ayat di kertas, dan diberinya kepada tuan Putri, peganglah ini, agar tidak di datangi lagi oleh Jin tersebut,

Sesampai di kerajaan, Pak Belalang di beri hadiah emas intan permata, sebagai imbalan atas telah ditemukannya tuan Putri, dan tak lama Pak Belalang pun berpamitan hendak pulang kerumahnya.

Demikianlah sepenggal kisah dari Pak Belalang, semoga bermanfaat.

Sampingan

Pak Belalang (Bag. 3)

Pak Belalang  Bagian 3

Sang Penasehat raja mulai dihinggapi penyakit iri, timbul dengki, timbul rasa tammak, timbul rasa serakah, timbul rasa ingin menghasut, mulai berkhianat, timbul rasa benci dan akhirnya timbul dendam kepada Pak Belalang, Dikarenakan dihinggapi penyakit diri, mulai timbul pola berpikir yang kurang logis dari Sang Penasehat, “bagaimana bila nanti sang raja berkurang rasa percayanya kepada saya, yang tadinya tugas saya meramalkan mengatur segala kepentingan kerajaan, kini sudah dimasuki oleh Pak Belalang, apa lagi sekarang ini raja sudah mulai simpatik kepada Pak Belalang“.

Sang Penasehat rajapun menyusun siasat, dan mengadukan perihal ini kepada sang raja, “duhai raja yang arif bijaksana, bagaimana bila kita uji keahlian ramal meramal Pak Belalang, apa memang benar Pak Belalang itu benar-benar bisa meramal ataukah hanya akal-akalannya saja, “baiklah kata sang raja, kalau begitu kita uji Pak Belalang, tapi bagaimana cara kita mengujinya, berkata penasehat : “saya sudah mempersiapkan 3 pertanyaan sulit yang tidak akan mampu di jawab hanya dengan akal-akalan, mari kita pergi kehutan, kita bicarakan hal ini di tepi jurang, takut nanti disini ada yang mendengar percakapan kita berdua, baiklah kata raja.

Mendengar kabar bahwa Pak Belalang hendak di uji oleh Sang Penasehat dan Raja esok hari dibalai kerajaan, Pak Belalang menjadi gelisah, bercucuran peluh dan keringat, ketakutan yang luar biasa, Belalaaaaaang matilah aku Belalaaaaaang. dengan rasa takut yang tak karuan-karuan, berkatalah Pak Belalang dengan nada yang sedih : “Belalaaaaang, kau uruslah mamakmu, BA Pak hendak pergi kehutan, selamat tinggal belalang, sambil menangis,, Paaaaakkk,, jangan pergi Paaaaaak, teriak Belalang sambil memeluk paha Pak BelalangPak Belalang tak menghiraukan, dan terus berjalan meninggalkan Belalang sambil membawa rasa ketakutan, hanya dengan melarikan diri kehutan belantaralah segala urusan jadi mudah, setibanya di hutan ketika sedang beristirahat kelelahan habis berjalan, samar-samar terlihat olehnya, Raja dan Sang Penasehat sedang berjalan berduaan dihutan, pikir Pak Belalang, “hebat bener Raja dan Sang Penasehat itu kog bisa tahu kalo saya hendak melarikan diri dan ada di hutan ini, saking takutnya, Pak Belalang mundur-mundur akhirnya terperosok ke DALAM jurang, beruntunglah badan Pak Belalang terlilit akar, sehingga tidak terjatuh kedasar jurang.

Raja dan Sang Penasehat tidak melihat dan mengetahui bahwa ada Pak Belalang bergelantungan di tepi jurang, setibanya ditepi jurang, bertanya Raja kepada Sang Penasehat, “bila nanti Pak Belalang tidak bisa menjawab berarti Pak Belalang telah membodohi kita semua, dan itu semua hanyalah akal-akal Pak Belalang belaka, maka dia akan saya hukum pancung dihadapan orang ramai, mendengar perkataan raja tersebut, Pak Belalang yang ada di bawah kaki mereka, saking ketakutannya hampir terlepas pegangan tangannya dari akar, “Tapi bila dia bisa menjawab semua pertanyaan maka dia akan saya beri hadiah yang banyak dan saya jadikan Sang Peramal kerajaan.

Raja berkata : “Penasehat? “sekarang kau sebutkan 3 pertanyaan yang akan kita ujikan kepada Pak Belalang nanti. Gheleghek,, gheleghek,, Pak Belalang menelan air ludah pelan-pelan, takut nanti suara nelan air ludahnya ketahuan Raja dan Sang Penasehat bahwa dia sedang mendengar pembicaraan Raja dan Sang Penasehat, “baiklah kata Sang Penasehat, berikut 3 pertanyaan itu :

  1. Pertanyaan Pertama, Sepotong Kayu yang sudah dibersihkan dari kulitnya, sebutkan yang mana yang pangkal yang mana ujung Kayu? “Apa jawabannya? kata Raja yang setengah tidak sabar kepingin segera ingin tahu jawabannya, “untuk mengetahui yang mana pangkal yang mana ujung, kayu tersebut harus diletakkan dipermukaan air yang tidak bergelombang di air yang tenang, nanti akan ketahuan yang mana pangkal akan sedikit tenggelam itulah pangkal, sedangkan ujung sedikit naik itu lah ujungnya. “Terus apa pertanyaan yang kedua, sela Raja.
  2. Pertanyaan Kedua, Dua ekor anak itik yang baru menetas, sebutkan yang mana Jantan yang mana Betina? jawabannya, ketika diletakkan di air, kedua itik akan berenang berbaris, itik yang didepan itulah yang betina sedangkan yang dibelakangnya itik yang jantan.
  3. Pertanyaan Ketiga, Tiba-tiba datang Sang Prajurit kerajaan, memberi kabar bahwa Sang Putri sedang sakit, akhirnya Raja dan Sang Penasehat pun pulang kembali ke kerajaan.

Setelah Raja dan Sang Penasehat pergi dari tempat itu dan kembali kekerajaan, Pak Belalang memanjat akar yang bergelantungan di tebing jurang, setiba di atas tebing, hari sebentar lagi malam, Akhirnya Pak Belalang memutuskan untuk pulang kerumah, diperjalanan pulang Pak Belalang sambil memikirkan apa pertanyaan ketiga yang akan ditanyakan oleh mereka, DALAM hati Pak Belalang, setidaknya ada 2 pertanyaan yang bisa dijawab, selebihnya ku serahkan segalanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya yaqin Tuhan tidak tidur, Tuhan Pasti mendengar keluh kesah DALAM hati saya ini.

Sesampai dirumah Pak Belalang langsung menuju dapur, memakan apa saja makanan yang tersisa, sudah tak tahan lagi menahan lapar karena seharian memang belum makan, Belalang dan mamaknya kebingungan cemas sekaligus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Pak Belalang tidak jadi pergi meninggalkan mereka berdua, tanpa banyak cerita, Pak Belalang langsung menuju kamar, Pak Belalang semalaman memikirkan pertanyaan ketiga yang akan ditanyakan oleh Raja dan Sang Penasehat, sehingga akhirnya tertidur.

Seiring Sang Waktu yang terus berjalan, Hari itu tibalah hari yang sangat menentukan bagi Pak Belalang, datanglah Sang Prajurit kerajaan menjemput Pak Belalang dirumahnya, berangkatlah Sang Prajurit dan Pak Belalang beserta anaknya ke balai kerajaan, sesampai di balai, Pak Belalang disambut oleh raja dan Sang Penasehat, dan langsung mengumumkan kepada halayak ramai, bahwa akan diberikan 3 pertanyaan kepada Pak Belalang, yang mana bila Pak Belalang bisa menjawab seluruh pertanyaan, maka Pak Belalang akan saya berikan hadiah yang banyak dan saya akan angkat menjadi Sang Peramal kerajaan, dan bila tidak bisa menjawab, maka dia akan dihukum pancung, ramai suara riuh warga bergumam, dan tersentak terdiam ketika Sang Penasehat memulai pertanyaannya.

Pertanyaan pertama, yang mana pangkal dan ujung dari sepotong kayu ini? dengan tenang Pak Belalang menjawab, yang pangkal akan terasa lebih berat dan sedikit tenggelam, sedangkan yang ujung akan terasa lebih ringan, diambilnya sepotong kayu tersebut, dan diletakkannya di kolam kerajaan, yang mana yang tenggelam akan lebih berat itulah pangkal, yang mana yang terangkat lebih ringan itulah ujung, Sang Penasehat merasa heran, sedang raja dan rakyat yang menonton merasa takjub dengan hasil ramalan Pak Belalang.

Pertanyaan kedua, Sang Penasehat terasa gerah sekaligus geram dengan hasil jawaban Pak Belalang, hai Pak Belalang?yang mana jantan yang mana betina dari kedua anak itik yang baru menetas ini? DALAM hati Pak Belalang bertanya-tanya bagaimana dengan pertanyaan ketiga, DALAM hatinya masih memikirkan pertanyaan ketiga tersebut, karena memang 2 pertanyaan itu sudah diketahui jawabannya sedangkan,, Tuhanlah Yang Tahu Jawabannya, Pak Belalang pura-pura sedikit tersadar dari lamunan seakan-akan dalam lamunannya telah berbicara kepada Ghaib, dijawabnya pertanyaan kedua, dilepasnya kedua itik di kolam, sambil berkata, yang didepan itulah yang Betina sedang yang di belakangnya Jantan. raja tepuk tangan, dan diikuti oleh warga dan membenarkan jawaban dari Pak Belalang. Sang Penasehat berkata, dua pertanyaan itu bolehlah bisa kau jawab dengan benar, dengan nada yang angkuh riak sombong takkabur Sang Penasehat berkata : pertanyaan yang ketiga ini kamu tidak akan bisa menjawabnya, karena jawabannya tidak ada yang tahu selain saya yang membuat pertanyaan.

Bergetar seluruh tubuh Pak Belalang, lidah terasa kaku, mulut bungkam, dengan tatapan mata yang kosong, nafas serasa berhenti, melihat Sang Penasehat membawa sebuah kaleng yang tertutup rapat, rajapun tidak mengetahui perbuatan dari Sang Penasehat tersebut,

Pertanyaan ketiga, berteriak lantang Sang Penasehat, hai Pak Belalang?? jawab?? apa yang ada di dalam bumbung bambu ini?? betapa terkejutnya Pak Belalang melihat pertanyaan yang ketiga itu, karena tidak mendapat bocoran dan saking takutnya Pak Belalang berteriak sekencang-kencangnya, Belalaaaaaanng matilah aku Belalaaaaaaannnggg.

Tiba-tiba Sang Penasehat jatuh pingsan, dengan terburu-buru raja mengambil bumbung bambu yang terlepas dari genggaman Sang Penasehat, ketika bumbung bambu tersebut dibuka oleh raja, ternyata ISI-nya adalah Belalang, Sang Raja angkat bicara mengumumkan hasil pertandingan, Pak Belalang telah menjawab tiga pertanyaan dengan BENAR, dan dia akan mendapatkan apa yang sudah saya janjikan, raja dan warga pun bersorak sorai dan mengelu-elukan nama Pak Belalang.

Sampingan

Pak Belalang (Bag. 2)

Pak Belalang  Bagian 2

Setelah Pak Belalang berhasil menemukan kedua kerbau milik warga yang hilang, Pak Belalang mulai terkenal, dan dijadikan Sang Peramal,

Suatu ketika Raja dinegeri itu kehilangan 7 tempayan berisi uang dan emas, di panggillah penasehat kerajaan untuk mencari dan menemukan 7 tempayan berisi uang dan emas yang entah hilang atau dicuri tersebut, Penasehat kerajaan pun merasa kebingungan, ada prajurit kerajaan yang pernah mendengar seorang yang bisa meramal, yang telah tersohor dan berhasil dalam meramal, dia adalah Pak Belalang, mendengar cerita Sang Prajurit kerajaan, Sang Penasehat menceritakan kepada raja tentang ketenaran ramalan Sang Peramal Pak Belalang.

Sampaikan kepada Pak Belalang, bila Pak Belalang dapat menemukan 7 tempayan berisi uang dan emas itu, Raja akan memberikan hadiah kepada Pak Belalang. Berita Raja kehilangan 7 tempayan berisi uang dan emas itu sampai juga ketelinga Pak Belalang, Raja akan memberikan hadiah bagi Pak Belalang bila bisa menemukannya, bila tidak di temukan dalam jangka waktu 3 hari, maka Pak Belalang akan dihukum pancung, berita itu sampai juga ketelinga Pak Belalang, Pak Belalang merasa kebingungan, matilah, bagaimana ini, sedangkan saya tidak mengerti apa-apa tentang ramal meramal, bergetar seluruh tubuh Pak Belalang.

Tak lama datanglah Penasehat beserta prajurit kerajaan dirumah Pak Belalang dan menceritakan perihal raja kepada Pak Belalang, Pak Belalang hanya terdiam menyimak mendengarkan dengan seksama sambil sesekali memegang kedua kaki yang gemetaran, setelah penasehat dan prajurit kerajaan menyampaikan perihal tersebut, merekapun akhirnya pulang dari rumah Pak Belalang.

Beberapa jam kemudian, dirumah Pak Belalang Istri Pak Belalang sedang menggoreng ikan, terdengar suara letupan ikan, suara letupan ikan yg digoreng tersebut dihitung sama Pak Belalang, tos suara letupan ikan yang digoreng, Pak Belalang berucap satutos meletup lagi, dua, tos tiga, tos empat, hitungan Pak Belalang itu terdengar oleh sekelompok orang yang sedang lalu di bawah rumah Pak Belalang, sampai hitungan 7 kali suara letupan, 7 kata Pak Belalang, mendengar suara Pak Belalang itusekelompok 7 orang pencuri tersebut merasa ketakutan, dan merasa mereka telah di ketahui oleh Pak Belalang, bahwa merekalah pencurinya.

Akhirnya ke 7 pencuri tersebut menghadap Pak Belalang dan menceritakan kepada Pak Belalang, janganlah diberitahukan kepada raja, bahwa kami yang telah mencurinya, Pak Belalang berkata, dimana 7 tempayan yang berisi uang dan emas itu, 7 tempayan berisi uang dan emas itu kami sembunyikan ditengah hutan, kembalikan kepada raja kata Pak Belalang.

Raja merasa senang, dan tak lupa memberikan hadiah kepada Pak Belalang, Pak Belalang merasa gembira, dapatlah mereka makan dari hadiah pemberian raja tersebut, mendengar akan kehebatan Pak Belalang Penasehat raja merasa iri dengan kehebatan Sang Peramal Pak Belalang, Penasehat mengatur siasat untuk menjatuhkan ketenaran Pak Belalang dalam hal ramal meramal.

Pak Belalang (Bag. 1)

BELALANG KUNING EMAS

Di suatu waktu di suatu tempat terdapat sebuah negeri dengan seorang Raja yang arif bijaksana dengan dibantu oleh para menteri dan hulubalang lainnya. Dalam negeri ini hiduplah seorang laki-laki yang mempunyai seorang anak laki-laki yang di beri nama Belalang, sehingga semua orang di kampungnya memanggilnya dengan sebutan Pak Belalang.

Dalam suatu masa, terjadi kemarau panjang di negeri itu, sehingga para petani tidak dapat bertani, sehingga petani menjadi kesusahan untuk mencari makan. Untuk makan sehari-hari hanya dengan seadanya saja, kadang makan ubi, tebu, pisang, keladi, dan sebagainya.

Setelah musim kemarau berakhir, para petani mulai bekerja lagi, ada yang menanam padi, jagung, sayur-sayuran dan ada pula yang menanam tanaman lainnya. Hanya saja karena persediaan sudah habis sama sekali, Pak Belalang tidak dapat bekerja seperti penduduk lainnya.

Suatu hari Pak Belalang berkata kepada anaknya yang bernama Belalang itu, “wahai anakku, sekarang ini kita sudah tidak punya apa-apa yang dapat dijadikan makanan untuk kita”

Maka jawab anaknya, “Apakah yang ayah pikirkan?”

Maka Pak Belalang menjawab, “Aku berpikir, bagaimana kalau kamu sembunyikan kerbau orang yang sedang di gembalakan itu satu atau dua ekor, sembunyikanlah didalam semak-semak. Nanti jika orang-orang gempar karena kehilangan kerbau, katakanlah kepada mereka bahwa aku tahu bisa meramal dan menentukan dimana tempat kerbau itu.” Belalang bergumam “iya ya ya” seraya menganggukkan kepala sebagai tanda mengerti maksud dari Pak Belalang.

Setelah itu si Belalang pergi ke tempat orang-orang menggembalakan kerbau, dan menunggu sampai para pengembala itu istirahat di gubuk untuk makan siang. Pada saat itulah si Belalang, dengan mengendap-endap, menarik tali dua ekor kerbau dan menyembunyikan di semak-semak seusai perintah Pak Belalang. Setelah itu dia kembal kepada Pak Belalang untuk memberi tahu tanda-tanda tempat dimana dia menyembunyikan kerbau-kerbau tersebut. Pak Belalang sangat senang mendengarkan perkataan bapaknya karena si anak benar-benar mengikuti perkataannya.

Ketika hari sudah mulai berganti malam, para penggembalapun bersiap-siap untuk pulang dan mengumpulkan kerbau gembala mereka, setelah menghitung jumlahnya, ternyata ada kerbau yang hilang. Walaupun sudah dicari kemana-mana, mereka tak dapat menemukan kerbau tersebut, sehingga gemparlah seisi kampung karena kerbau yang hilang ini. Karena lelah mencari, maka si gembalapun bertanya-tanya, siapakah gerangan yang bisa meramal dan mencari kerbau-kerbau tersebut. Ketika itu Si Belalang sedang bermain dekat-dekat mereka itu. Maka katanya, Pak Belalang tahu juga sedikit-sedikit tentang meramal.

Maka orang-orang inipun pergi ke rumah Pak Belalang untuk minta diramalkan. Sesampainya di rumah Pak Belalang, Pak Belalang pun bertanya, “apakah hajat kamu sekalian ini?”

Merekapun menjawab, “Kami ini menemui Pak Belalang untuk minta meramalkan kerbau kami yang hilang, sudah jenuh kami mencarinya.”

Maka Pak Belalang pun mengambil kertas yang lusuh, dicorat-coretnya kertas itu seperti tulisan cakar ayam saja, dengan berlaga yang meyakinkan, sambil menghitung jari-jarinya dan memejam-mejamkan matanya. Setelah itu diapun berkata.

“Kerbau itu ada dua ya? kerbau itu berada disemak-semak disebelah barat, arah matahari terbenam. Harus segera diambil, kalau tidak, mungkin akan mati.

Setelah mendengar perkataan Pak Belalang, betapa senang orang-orang yang datang ini, mereka segera mencari kerbau ketempat yang ditunjukkan oleh Pak Belalang dan benar saja seperti yang diucapkan Pak Belalang, mereka menemukan dua ekor kerbau yang sudah lemah karena kehausan. Kerbau-kerbau itupun diambil mereka dan dibawa pulang kerumahnya. Sebagai tanda terima kasih, maka singgahlah mereka itu dirumah Pak Belalang, dengan membawa banyak hadiah berupa beras, padi, tembakau, gambir, ikan dan lain-lainnya seharga lima puluh dirham. Dengan senang hati Pak Belalang menerima hadiah mereka itu, sehingga mereka sekeluargapun dapat makan.

Galeri

Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu, Imam Mahdi

Satria Pilihan Mahkota Pelangi

Lukisan Alam

Fatamorgana

Satria Pilihan Mahkota Pelangi

  • Dari kisah Sabdo Palon

  • Dari kisah Uga Wangsit Siliwangi

  • Dari kisah Joyoboyo

  • Dari kisah Ronggo Warsito

  • Dari kisah Kepercayaan Hindu

  • Dari kisah kepercayaan Budha

  • Dari kisah kepercayaan Kristen

  • Dari kisah Baginda Rasulullah

  • Dari kisah Nostradamus

  • Dari kisah Suku Maya Suku Aztec

  • Dari kisah berbagai kearifan adat istiadat budaya diseluruh dunia

Seantero jagat ini, DIA yang dikisah-kisah yang dicari-cari itu masih DIA, DIA-lah Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, Imam Mahdi yang mempunyai ciri :

  • Dikepalanya memancarkan Cahaya, Cakra Mahkota, Mahkota Pelangi,

  • Bila berucap seciduh metu saucap nyata, kecepatan mustajab ucapan nyatanya 7x dari kecepatan ucapan nyata “Sipahit Lidah”,

  • Memiliki Pedang Saifi Angin,

  • Mampu berjalan di air,

  • Mampu terbang di langit,

  • Berjanggut,

  • Memegang Trisula Weda,

  • Ratu yang Adil Makmur Merata,

  • Raja yang Arif Bijaksana,

  • Muncul dari arah Timur menuju ke Barat,

  • DIA hadir Tidak Berupa Tidak Berbentuk Tidak Bersuara tapi ADA,

  • Memiliki Pasukan Yang tidak Kasat Mata,

  • Menguasai Halimunan bisa membelah tubuh menjadi 999,

  • Mampu Hologram menembus dinding yang tebalnya setebal Alam Semesta ini,

  • DIA bisa Lebih lugu, bodoh dan beruntung lagi dari Pak Belalang, Wak Labu, Pak Lebai Malang, Pak Pandir, Kang Kabayan, Mamak Kelampayan, Abu Nawas,

  • DIA suka membersihkan Alam dengan Sapu Jagat nya,

  • Mampu membelah dada Insan dengan Al Abror nya,

  • Menjadi Pemimpin Pasukan Panji Hitam, dengan Panji Candra nya,

  • Kehadirannya berdampak kepada Perubahan Alam, Alam tunduk taat patuh kepada-Nya,

  • Bangkit dari Alam, dengan Sabda Alam, besar bersama Alam,

  • Mampu Mangku Langitdekat dengan Malaikat Azazil,

Bisa berbicara berdialog kepada seluruh makhluk hidup, Mengerti Bahasa Hewan, Mengerti Bahasa Tumbuh-tumbuhan, Mengerti segala Bahasa, Mengerti Bahasa Isyarat, Faham dengan Bahasa Hati, sekali berucap “Allah” gemetar seluruh Isi Alam Semesta.

Semoga Bermanfaat, bila ada kata ataupun kalimat yang kurang berkenan di hati, kurang lebihnya kami mohon maaf, Silahkan ditambahkan, sesuai dengan keyaqinan kepercayaan masing-masing.