Pak Belalang (Bag. 10)

Gambar Tawon hinggap dikaki, kiriman dari sahabat diseberang pulau sumatra

Pak Belalang Bagian 10 ini menceritakan tentang “Persahabatan dengan Alam” dalam kehidupan keseharian Pak Belalang, semenjak ditinggal istrinya yang pergi ketempat saudaranya, tinggallah Pak Belalang sendiri di rumah, Tidur-tidur sendiri, bangun sendiri, cuci pakaian di sungai sendiri, mandi sendiri, makan minum juga sendiri, 

Pada suatu hari datanglah seekor Tawon kerumah Pak Belalang, dilihatnya tawon itu mondar mandir kesana kemari seperti yang sedang kebingungan, tak lama hinggaplah tawon itu di sebuah kusen pintu kamar Pak Belalang, setelah diperhatikan, tawon tersebut seperti mengeluarkan sesuatu liur dari mulutnya, melalui liur ini lah tawon tersebut membuat sarangnya,

Setelah mengetahui kegiatan dari pada tawon tersebut, Pak Belalang mulai bertanya-tanya dalam hati, betapa sulitnya seekor tawon menjalani kehidupan, terbang mencari madu diputik-putik bunga, terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain, setelah terkumpul terbanglah mereka kesebuah tempat yang menurut mereka aman, di tempat itulah dia membuat sarang,

Dalam kesibukkannya membuat sarang, tawon tersebut merupakan tawon yang pintar, dapat mengetahui jalan masuk dan juga jalan keluar mencari sari pati bunga, bila masuk dari jendela keluarpun dari jendela, bila keluar dari pintu masuknya dari pintu itu juga,

Suatu hari Pak Belalang sedang duduk santai ditepi jendela, menghirup dan menikmati udara segar yang bertiup dari gunung turun ke lembah, betapa segarnya udara yang dinikmati pada pagi hari itu, ditambah lagi dengan harumnya aroma kopi hangat, 

Pak Belalang teringat dengan tawon yang hinggap dan sedang membangun sarang dikusen pintu kamar di dalam rumah Pak Belalang, dilihatnya tawon itu hendak keluar dari kamar, seperti menundukkan kepala sebentar, terus langsung terbang mengarah ke Pak Belalang, Pak Belalang terasa gelisah, didalam hati bergumam, “jangan-jangan nanti saya di sengatnya”, seketika itu tawon berhenti di udara sambil mengepakkan sayapnya, seperti hendak menyampaikan sesuatu dengan mengeluarkan bebunyian dari kepakkan sayapnya, setelah itu tawon itu pun keluar jendela tepat disamping Pak Belalang, lalu terbang semakin jauh menyisakan sebuah titik hitam kuning di awan, selanjutnya titik itupun lenyap ditelan awan,

Keesokan harinya seperti biasa, duduk lagi dipinggir jendela, tiba-tiba terdengar suara yang dikeluarkan dari kepakkan sayapnya seperti menyebut Assalamu’alaikum, dengan serta merta Pak Belalang menjawab Wa’alaikumsalam warohmatullah, tak lama kemudian tawon itu berlalu lagi seperti biasa di samping Pak Belalang,

Pak Belalang mengambil sebuah kitab, di carinya didalam kitab itu, didapatlah sebuah ayat yang berbunyi :

“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. An Nahl [16]: 68-69)

Ternyata ada sebagian haq tawon untuk membuat sarang ditempat-tempat yang dibuat oleh manusia,

Suatu ketika Tawon itu pun berdiam diri didepan sarangnya, seperti hendak menyampaikan sesuatu, tiba-tiba Pak Belalang merasa seperti kesetrum tidak ingat apa-apa, lalu seperti mendengar suatu yang berkata-kata :

Lebah itu bisa Berbicara kepada Pak Belalang, Ya tuan, sebelumnya maafkan kami, yang telah membuat kotor dirumah tuan, maafkan kami yang telah membuat sarang di kusen pintu ini, bukan kehendak kami, tapi inilah tempat yang terbaik bagi kami, sebuah tempat yang diberikan dan dipilihkan kepada kami, hanya saja ini merupakan suatu kebetulan, bahwa rumah ini merupakan rumah Pak Belalang,

Kehidupan kami sama juga dengan kehidupan makhluk-makhluk yang lain, sebelum kami mempunyai keturunan, kami membuatkan sarang untuk kami dan keluarga kami, dengan berusaha kami mencari sari pati bunga, mengumpulkannya di dalam sarang itu, kami membangun sarang kami dengan liur kami, entah apa namanya bila didunia biologi, dengan liur ini lah kami membuat sarang untuk melanjutkan generasi penerus tawon dari keturunan kami, bila tuan merasa terusik dengan kehadiran kami disini, kami,,,, owh tidak,, tidak,,, jangan diteruskan,,, saya dengan senang hati justru senang telah ditemani oleh kalian, saya merasa terhibur, dan banyak yang bisa saya ambil hikmah dari pelajaran ini, anggaplah saya sebagai saudara kalian, “baiklah tuan, jika begitu adanya, sayapun merasa bahagia, saya berangkat kerja lagi ya tuan,

Setelah selesai bercakap-cakap, Pak Belalang merasa kecapaian, rasanya seperti habis bekerja mencangkul disawah berhektar-hektar, lalu Pak Belalang pergi kedapur menyeduh segelas kopi.

Demikianlah Kisah dongeng Pak Belalang Bagian 10 ini, kisah ini hanya sekedar dongeng dari nagari antah berantah, tentang persahabatan Pak Belalang dengan Alam.

7 respons untuk ‘Pak Belalang (Bag. 10)

  1. Tiap tahun, dibagian sumatra dan kalimantan, bila dimusim kemarau, pembakaran lahan sering terjadi, negara kita menjadi negara pengekspor asap terbesar kenegara tetangga, ini sudah masuk kategori bencana nasional, tak terbayang berapa juta nyawa yang mati menggenaskan akibat dari pembakaran liar tersebut, terutama nyawa dari tumbuh2an dan hewan2,, kita semua bertanggung jawab terhadap bencana yang di akibatkan oelh pembakaran lahan2 hutan kalimantan dan sumatra,
    semoga bencana musibah ini cepat berlalu,,

    Disukai oleh 4 orang

Tinggalkan komentar