Pak Belalang (Bag. 12)

Pada suatu hari, Pak Belalang di undang cara Do’a Bersama dalam rangka memperingati bulan maulud ditempat peramalan Tuan Guru, disana sudah hadir Pak Lebai Malang, Mamak Kelampayan dan Pak Pandir,

Assalamu’alaikum Warohmatullah,, Pak Belalang memberi salam, Wa’alaikumsalam Warohmatullah,, jawab beliau-beliau itu,

Tuan Guru angkat bicara, Alhamdulillah saudara kita Pak Belalang bisa hadir pada kesempatan ini, Baiklah kita buka acara ini dengan mengucap Bismillah, Syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua, sehingga kita bisa berkumpul disini untuk Do’a Bersama dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam,

Terima Kasih atas kedatangan semua jemaah, semoga apa yang kita kerjakan, kita perbuat di ridhoi Allah Ta’ala, Barokah Manfaat bagi kita semua, untuk mempersingkat waktu, mari kita mulai acara ini dengan hadiatan suratul fatehah kepada beliau-beliau yang telah lebih dahulu beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, di lanjut dengan tahlil ditutup dengan Do’a.

Setelah pembacaan do’a berakhir, acara dilanjut dengan makan-makan minum ala kadarnya, disini baru nampak wajah-wajah yang berseri-seri setelah merem melek do’a bersama, begitu makanan dan minuman dihidangkan, jemaah sibuk masing-masing ada yang menikmati sate kambing, ada yang langsung menikmati kopi sama rokok, setelah asyik ngobrol sambil menikmati hidangan,

Satu persatu izin pamitan pulang kerumah masing-masing, tinggalah Pak Belalang, Pak Pandir, Pak Lebai Malang dan Mamak Kelampayan diruangan itu. pada kesempatan itu bertanyalah Pak Belalang kepada tuan guru,

“Yaa Tuan, sebab apa nabi kita Adam as diturunkan ke bumi ini, sedangkan dibumi ini tempat segala jenis kerusakan dan peperangan, sudah enak-enak disyurga, malah diturunkan kebumi, dibumi ini bila kita mau makan, kita harus menggemburkan tanah, menyebar bibit, setelah bertunas dirawat, disiram air, di pupuk, dijaga, setelah matang, pohon dipanen hasil buahnya, terus di masak, barulah kita bisa makan, Sedangkan di syurga itu, apa-apa yang diinginkan sudah disediakan, jadi kenapa nabi Adam AS mau-maunya di turunkan ke bumi? monggo silahkan di wedar, tiba-tiba ada yang bersuara,

  • “dibumi loba awewe geulis meureun kang”,, hehehehe,, celetuk Kang Kabayan yang rupanya dari tadi duduknya di belakang,,
  • “hehehe,, aih-aih si akang mah bisa wae, sugan teh geus balik titadi,
  • hehehe,, Keur asyik ngobrol jeung “lauk” di belakang,
  • aih aih,, kunaon eta lauk kang,
  • ho oh, ieu pak, ka ruh nya, ieu lauk embe, salah teu salah, najan kumaha geh tetep weh di sembelih, dikeletek kulitna, di belek dada na, di sayat-sayat, terus di panggang di api, saya teh sok ka ruh nya, teu tega, mending saya ngadahar cau weh lah kang, najan teu jelas nu mana cau nu mana pisang, nu penting mah didahar we lah, hehehehe,,
  • hahahaha,, kabayan,,, kabayan,, aya-aya wae, kadieu atuh, urang ngumpul bareng,

Ehemm hemmh,, Tuan Guru berdehem,, Baiklah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada para malaikat tentang penciptaan Adam ‘alaihis salam, :

“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al Baqarah: 30)

Yakni makhluk yang satu dengan yang lain saling menggantikan. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada para malaikat tentang penciptaan Adam sebagaimana Dia memberitahukan perkara besar sebelum terwujud.

Kemudian para malaikat bertanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta diterangkan hikmah diciptakannya manusia, karena para malaikat mengetahui bahwa di antara manusia ada yang membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. mereka mengetahui demikian karena mereka melihat makhluk sebelum Adam, yaitu jin dan Hin (sekelompok jin atau golongan jin yang lemah). Menurut Ibnu Umar, dua ribu tahun sebelum Adam diciptakan, jin sudah ada (menempati bumi), lalu mereka menumpahkan darah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus satu pasukan malaikat, lalu mereka mengusirnya ke jazirah laut.”

Menurut para malaikat, jika hikmah diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, maka sesungguhnya mereka telah beribadah kepada-Nya, mereka berkata,

“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 30)

Dia mengetahui masalah yang lebih kuat dengan menciptakan Adam dan keturunannya, karena akan ada di antara mereka yang menjadi para nabi dan rasul, para shiddiqin, para syuhada, para ulama dan orang-orang yang mengamalkan agama-Nya, yang mencintai-Nya, dan mengikuti para rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihis salam dari tanah di bumi dan airnya, lalu membentuknya dengan bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Di tiupkan Ruh ke dalamnya, maka jadilah dia sebagai manusia yang hidup yang terdiri dari daging, darah, dan tulang. Hari penciptaan Adam ‘alaihis salam adalah hari Jumat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,

“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke surge, dan pada hari itu ia dikeluarkan darinya, dan Kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya, 

Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan Adam dari segenggam yang digenggam-Nya dari semua tanah di muka bumi. Oleh karena itu, anak cucu Adam hadir sesuai keadaan tanah (warna dan tabiatnya), maka di antara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam dan antara itu. Ada pula yang lunak, keras, yang jelek dan yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadis ini hasan shahih.” Hadis ini dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani dalam Al Misykat (100) dan Ash Shahiihah (1630). Menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi, hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan Baihaqi)

Setelah Adam hidup dan bisa bergerak, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu, Dia berfirman,

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,” (QS. Al Baqarah: 31)

Menurut Ibnu Abbas, yaitu nama-nama yang biasa dikenal manusia, seperti manusia, hewan, tanah, tanah yang datar, laut, gunung, unta, keledai dan lain sebagainya seperti umat-umat dan lain-lain. Menurut Mujahid, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama setiap binatang, setiap burung dan segala sesuatu. Menurut Ar Rabii’, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama-nama para malaikat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menunjukkan keutamaan Adam dan kedudukannya di sisi-Nya kepada para malaikat, maka Dia tunjukkan kepada malaikat segala sesuatu yang telah diajarkan kepada Adam, Dia berfirman:

“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al Baqarah: 31)

Para malaikat pun menjawab,

“Mahasuci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (QS. Al Baqarah: 32)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Adam untuk memberitahukan kepada mereka nama-nama benda yang tidak diketahui para malaikat; mulailah Adam menyebutkan nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya, ketika itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para malaikat,

“Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al Baqarah: 33)

Kemudian terjadilah dialog antara Adam ‘alaihis salam dengan para malaikat sebagaimana yang diceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita yang artinya :

“Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam dengan tingginya 60 hasta, kemudian Dia berfirman, “Pergilah dan ucapkan salam kepada para malaikat itu, lalu dengarkanlah salam penghormatan mereka kepadamu; sebagai salammu dan salam keturunanmu.” Maka Adam berkata, “As Salaamu ‘alaikum.” Mereka menjawab, “As Salaamu ‘alaika wa rahmatullah,” mereka menambah “wa rahmatullah.” Maka setiap orang yang masuk ke surga mengikuti rupa Adam, dan bentuk makhluk senantiasa berkurang (semakin pendek) hingga sekarang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam untuk menghormatinya, maka mereka pun sujud kecuali Iblis, ia menolak sujud dan bersikap sombong terhadap perintah Tuhannya, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya kepadanya sedangkan Dia lebih mengetahui,

“Wahai Iblis! Apa yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” (QS. Shaad: 75)

Lalu Iblis menjawab dengan Angkuh, Riak, Sombong, Takkabur, Iri, Dengki, Tammak, Serakah, Hasut, Khianat, Benci, Dendamnya ;

“Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shaad: 76)

Iblis tidak menyadari padahal tanah lebih baik dari pada api, tanah lebih bermanfaat dari pada api, karena pada tanah terdapat ketenangan, mudah diolah dan menumbuhkan tanaman, sedangkan pada api terdapat keadaan yang tidak terarah, ringan, cepat dan membakar.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan Iblis dari rahmat-Nya dan menjadikannya terusir dan terlaknat, Dia berfirman yang artinya,

“Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,– Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (QS. Shaad: 77-78)

Kemudian Iblis semakin benci kepada Adam dan keturunannya, dia bersumpah dengan nama Allah untuk menghias keburukan kepada mereka, dia berkata,

“Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya,—Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Shaad: 82-83)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepadanya,

“Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka semuanya.” (QS. Shaad: 85)

As Suddiy menceritakan dari Abu Shalih dan Abu Malik dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud serta dari beberapa orang sahabat, bahwa mereka berkata, “Iblis dikeluarkan dari surga dan Adam ditempatkan di surga, maka Adam berjalan-jalan di surga sendiri tanpa ada pasangan yang dapat menentramkannya, ia pun tidur, ketika bangun, ternyata di dekat kepalanya sudah ada seorang wanita yang duduk, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakannya dari tulang rusuknya.

Adam lalu bertanya kepadanya, “Siapa engkau?” Ia menjawab, “Seorang wanita.” Adam bertanya, “Untuk apa engkau diciptakan?” Ia menjawab, “Agar engkau dapat merasa tenteram denganku.” Lalu para malaikat berkata kepadanya melihat ilmu yang dimiliki Adam, “Siapa namanya wahai Adam?” Ia menjawab, “Hawa’.” Mereka berkata lagi, “Mengapa (disebut) Hawa’?” Adam menjawab, “Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Adam dan Hawa’ untuk tinggal di surga dan memakan buah-buahan yang ada di sana serta menjauhi sebuah pohon sebagai ujian kepada keduanya, Allah berfirman,

“Wahai Adam! diamilah olehmu dan hawamu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. Al Baqarah: 35)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memperingatkan Adam dan hawa agar tidak tergoda oleh Iblis serta mengingatkan permusuhan Iblis kepada keduanya, Allah berfirman,

“Wahai Adam! Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi hawa, maka sekali-kali janganlah ia sampai mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” (QS. Thaha: 117)

Mulailah Iblis berpikir tentang cara menyesatkan Adam dan Hawa’, setelah berhasil menemukan caranya, maka ia pun melakukan rencananya itu, ia pun mendatangi Adam dan Hawa’ dan berkata,

“Wahai Adam! Maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS. Thaha: 120)

Maka Adam dan Hawa membenarkan ucapan Iblis itu karena sumpahnya, dimana menurut keduanya tidak mungkin ada seorang yang berani bersumpah secara dusta dengan nama Allah, maka Adam dan Hawa pun pergi mendatangi pohon itu dan memakan buahnya. Ketika itulah terjadi peristiwa yang mengejutkan, keduanya terbuka auratnya dan telanjang karena maksiatnya dan keduanya pun merasa malu dan sedih sekali, segeralah keduanya mendatangi pepohonan dan memetik daun-daunnya untuk menutupi auratnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Adam dan Hawa’,

“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”(QS.. Al A’raaf: 22)

Ketika itu Adam dan Hawa’ sangat menyesal sekali karena telah bermaksiat kepada Allah, segeralah keduanya bertobat dan beristighfar, keduanya berkata,

“Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al A’raaf: 23)

Setelah Adam dan Hawa’ menyesal dan beristighfar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatnya dan memerintahkan keduanya untuk turun ke bumi dan hidup di sana.

Mulailah Adam dan hawa hidup di bumi dan membuka lembaran perjalanan hidupnya yang baru di sana. Di bumi itu, Adam memiliki banyak keturunan, ia mendidik dan mengajarkan mereka serta memberitahukan mereka, bahwa hidup di dunia merupakan ujian dan cobaan, dan hendaknya mereka berpegang teguh dengan petunjuk Allah serta berwaspada terhadap tipu daya iblis. Ia juga mengajak keturunannya agar menyembah Allah, memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dan keimanan, memperingatkan mereka akan bahayanya syirik, kemaksiatan, dan bahayanya menaati iblis sampai ia wafat.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimi’rajkan ke langit, maka Beliau bertemu Nabi Adam ‘alaihis salam di langit pertama dan dikatakan kepada Beliau, “Ini adalah bapakmu Adam ‘alaihis salam, maka ucapkanlah salam kepadanya.” Maka Beliau mengucapkan salam kepadanya dan Adam ‘alaihis salam menjawab salamnya dan berkata, “Selamat datang anak yang saleh dan nabi yang saleh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa manusia akan mendatangi Adam ‘alaihis salam dan berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapak manusia. Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan  ruh (ciptaan)-Nya kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu dan menempatkanmu di surga, tidakkah engkau memberikan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu, tidakkah engkau melihat keadaan kami ini dan apa yang menimpa kami? Tetapi Adam ‘alaihis salam tidak bisa memberikannya dan menyebutkan uzurnya. Ia malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena pernah memakan pohon yang dilarang-Nya sehingga ia menyuruh mereka pergi mendatangi nabi yang lain.

Eheemhh,, ehemmh,, Tuan Guru menghentikan wedarannya, meminum air dan menyalakan rokok, serta meluruskan duduknya, “berbicaralah Pak Belalang kepada Kang Kabayan sambil nowel paha kang Kabayan, mangga atuh di leueut cau na,, hihihihihi,, Kang Kabayan nyeletuk, “cau mah di dahar kos kieu yeuh,, lain di leueut,, hihihihi, semua tertawa melihat ulah kang kabayan yang tanpa basa basi langsung menyambar hidangan pisang di hadapannya.

Tak lama Mamak Kelampayan dan yang lain pun hendak berpamitan, “mengingat hari sudah mulai malam, kami pun hendak pamitan, izin mau pulang ke rumah, terima kasih atas segala wedarannya, geus san ieu, hayu lah urang balik, saya geh rek pulang, punteun ieu mah mbah, lain ku nanaon, ari nempo cau teh sok inget ka anak, Tuan guru tersenyum, dan beranjak ambil kantong keresek di belakang, pisang setengah sisir dimasukin ke kantong, sambil dikasih ke Kang Kabayan, ini cau bawa pulang kerumah, kasih ka anak, hehehehe,,

Dengan Mengucap salam, kamipun pulang dari rumah tuan guru, 

Demikianlah kisah Nabi Adam AS ini,, semoga barokah manfaat bagi kita semua,, Aamiin,,

5 respons untuk ‘Pak Belalang (Bag. 12)

Tinggalkan komentar